Legislator PKB Luqman Hakim menilai putusan PN Jakpus tidak memiliki kekuatan hukum tetap karena bertentangan dengan UUD 1945. “Maka putusan PN Jakpus itu tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan oleh karenanya wajib diabaikan,” katanya menandaskan.
PKBTalk24, Jakarta ~ Anggota Fraksi PKB DPR Luqman Hakim, menanggapi putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam putusannya tersebut, PN Jakpus memerintahkan KPU untuk menunda Pemilu 2024.
Menanggapi hal tersebut, Luqman Hakim menyatakan putusan tersebut bertentangan dengan konstitusi, dan karenanya wajib diabaikan.
“Menurut saya, Putusan PN Jakpus yang memerintahkan KPU agar menunda pelaksanaan tahapan Pemilu 2024 bertentangan dengan konstitusi negara, yakni Pasal 22E UUD 1945 yang memerintahkan Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun,” kata Luqman saat dikonfirmasi, Kamis (2/3/2023).
Luqman mengatakan, putusan PN Jakpus tidak memiliki kekuatan hukum tetap karena bertentangan dengan UUD 1945. “Maka putusan PN Jakpus itu tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan oleh karenanya wajib diabaikan,” katanya menandaskan.
PKB Dukung KPU Banding
Selanjutnya, Luqman mengatakan, pihaknya mendukung respons KPU yang menyatakan banding atas putusan PN Jakpus.
“Kepada seluruh stakeholder pemilu, saya minta tetap menjalankan tahapan-tahapan Pemilu 2024 yang telah ditetapkan, sehingga Pemilu 14 Februari 2024 dapat berjalan dengan lancar dan berkualitas,” pungkasnya.
Ditentang Mantan Ketua MK
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Jimly Asshiddiqie, bereaksi keras terhadap putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Prima dan memerintahkan Pemilu 2024 ditunda hingga Juli 2025.
Menurut Jimly Asshiddqie, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memutuskan penundaan pemilu sampai 2025 layak dipecat, lantaran hakim tersebut tidak mengerti urusan hukum pemilu.
“Ini contoh buruk profesionalisme dan penghayatan hakim terhadap peraturan perundangan. MA dan KY harus turun tangan. Ini (hakimnya) pantas dipecat, karena tidak profesional dan tidak mengerti hukum pemilu serta tidak mampu membedakan urusan private (perdata) dengan urusan urusan publik,” kata Jimly, Kamis (2/3/2023).
Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini menambahkan, hakim PN Jakarta Pusat dalam perkara gugatan Prima soal verifikasi partai politik peserta Pemilu 2024 ini mencampuradukkan hukum perdata dan hukum administrasi.
“Ini campur aduk, antara perdata dan masalah administrasi. Hukum administrasi dan tata negara tidak bisa dia bedakan. Juga, soal perbuatan melawan hukum yang harus dipahami benar, (ini) oleh penguasa yang bertindak tidak adil kepada rakyat atau yang biasa. Ini dia tidak memahami,” papar jimly.
KPU Banding
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari angkat suara terkait putusan peradilan perdata Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dilayangkan Partai Prima. Partai Prima memenangkan gugatan yang memutuskan penundaan terhadap Pemilu 2024.
Menurut Hasyim, atas putusan peradilan itu, KPU akan melakukan upaya banding. Tim Hukum KPU saat ini tengah mempersiapkan upaya tersebut. “KPU akan upaya hukum banding,” tegas Hasyim kepada awak media melalui pesan singkat diterima, Kamis (2/3/2023).
Partai Prima menggugat KPU secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), imbas tidak lolosnya parpol tersebut maju dalam Pemilu 2024. Hasilnya, majelis hakim memutus agar KPU menunda pelaksanaan Pemilu 2024.
“Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari,” tulis salinan Putusan Nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst seperti dikutip oleh Liputan6.com, Kamis (2/3/2023). (***)