Penyelenggaraan kegiatan partisipasi publik dalam penyusunan RUU Kesehatan sudah dilakukan secara luas oleh Kementerian Kesehatan dan juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
PKBTalk24, Jakarta ~ Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril mengatakan Kemenkes, sebagai koordinator wakil pemerintah untuk RUU Kesehatan, sudah melakukan berbagai kegiatan partisipasi publik di bulan Maret untuk menampung masukan publik sebagai bagian dari proses partisipasi publik yang bermakna (meaningfull participation).
Kegiatan tersebut dilakukan agar publik dapat memberikan masukan kepada pemerintah dalam menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU Kesehatan setelah pemerintah menerima draft RUU dari DPR di bulan Februari yang lalu.
Kemenkes saat itu meluncurkan https://partisipasisehat.kemkes.go.id/ untuk publik memberikan masukan dan sekaligus mengunduh naskah akademis dan juga draft RUU.
Kemenkes juga telah menyelenggarakan kegiatan partisipasi publik melalu via zoom dan luring sebanyak lebih dari 115 kali dengan dihadiri oleh 72.000 peserta bukan hanya di Jawa tapi juga di luar Jawa dengan organisasi profesi seperti IDI, PPNI, PDGI, IBI dan IAI, lembaga pemerintah, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, CSO dan organisasi lainnya.
Semua kegiatan tersebut terekam dalam Youtube Kemenkes untuk seluruh unsur mengakses.
”Kami juga mendapat informasi Badan Legislatif dan Komisi IX DPR pun juga telah mengundang berbagai pihak dalam kegiatan partisipasi publik sejak tahun lalu. Jadi tidak benar tuduhan organisasi profesi tidak dilibatkan dalam proses pembahasan RUU ini,” kata dr. Syahril.
”Jangan karena permintaan pihak-pihak tertentu yang tidak terakomodir dalam RUU lalu menghasut seolah-olah RUU ini tidak melibatkan publik secara partisipatif. Semua kegiatan ada foto dan videonya. Bisa dicek di Youtube Kemenkes,” tuturnya.
RUU Kesehatan diperlukan untuk menangani berbagai masalah dalam sektor kesehatan, terutama terkait krisis dokter spesialis, izin praktek dokter dan tenaga kesehatan yang tidak transparan dan mahal, harga obat yang mahal, dan pembiayaan kesehatan yang tidak efisien.
Hal menonjol lain dalam RUU ini adalah perubahan paradigma kebijakan kesehatan dengan memprioritaskan pencegahan masyarakat dari jatuh sakit melalui penguatan promotif dan preventif. Selain biayanya akan lebih murah, masyarakat juga akan lebih produktif. (***)