“Seharusnya pengangkatan Dewan Kota mendapat persetujuan DPRD lewat Komisi A. Ini jelas diatur dalam Perda No. 6 Tahun 2011 dan Pergub No. 116 Tahun 2013,” tegas Fuadi dalam keterangannya, Minggu (28/6/2025).
PKBTaqlk24 | Jakarta ~ Proses penetapan anggota Dewan Kota DKI Jakarta periode 2024–2029 tengah jadi sorotan panas. Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 854 Tahun 2024 kini resmi digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur, dan sidang perdananya digelar secara daring melalui e-Court pada Rabu (2/7/2025).
Gugatan ini dilayangkan oleh Ladunni Cs, yang mempertanyakan legalitas dan transparansi proses pengangkatan anggota Dewan Kota. Kini, nasib SK Gubernur tersebut berada di tangan majelis hakim PTUN. Apakah akan dibatalkan, atau justru dikuatkan?
Ketua Fraksi PKB DPRD DKI Jakarta, M. Fuadi Luthfi, menjadi salah satu pihak yang paling vokal menyoroti proses ini. Menurutnya, penetapan Dewan Kota kali ini sarat dengan pelanggaran prosedural, bahkan diduga membuka ruang praktik transaksional yang mencederai semangat demokrasi.
“Seharusnya pengangkatan Dewan Kota mendapat persetujuan DPRD lewat Komisi A. Ini jelas diatur dalam Perda No. 6 Tahun 2011 dan Pergub No. 116 Tahun 2013,” tegas Fuadi dalam keterangannya, Minggu (28/6/2025).
Fuadi menilai, pengukuhan Dewan Kota dilakukan secara tergesa-gesa, tanpa pendalaman atau uji kelayakan yang semestinya.
“Kalau proses seperti ini dibiarkan, kita bisa jadi bagian dari kejahatan. Demokrasi lokal bisa hancur pelan-pelan,” tegasnya.
Tak hanya elite dewan yang bersuara, dari akar rumput pun muncul dukungan terhadap gugatan ini. Iswadi, mantan Ketua FKDM Jakarta Barat dan salah satu calon anggota Dewan Kota dari Kecamatan Palmerah, mengaku mendukung penuh upaya hukum tersebut.
“Fakta persidangan menunjukkan ada indikasi penyalahgunaan wewenang di tingkat wali kota dan asisten pemerintahan. Bahkan patut diduga ada praktik transaksional,” ujar Iswadi.
Ia juga menegaskan, bila gugatan ini tidak dikabulkan oleh PTUN, pihaknya siap menempuh jalur perdata melalui Pengadilan Negeri.
“Kami tidak akan berhenti. Yang tidak baik harus diperbaiki,” tegasnya.
Kini, publik Jakarta menanti: apakah PTUN akan berpihak pada penegakan hukum dan demokrasi, atau justru mengamini SK Gubernur yang penuh kontroversi ini?
Karena jika dibiarkan, seperti kata Fuadi, “Kita justru jadi bagian dari kejahatan itu.” (AKH)