PKBTalk24, Jakarta – Mata anggaran dalam APBD 2023 didrop tanpa sepengetahuan anggota dewan. Ini membuat sejumlah Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta protes keras. Masalahnya adalah terkait anggaran pengadaan alat kesehatan (alkes) untuk 15 RSUD senilai Rp 220,8 miliar, yang didrop dari APBD 2023 tanpa sepengetahuan Komisi E.
Hal itu terjadi saat rapat pembahasan hasil evaluasi Kemendagri terkait APBD 2023, antara Komisi E DPRD dan Pemprov DKI Jakarta di ruang rapat Komisi E DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (12/1/2023).
Pada rapat tersebut hadir SKPD Dinas Kesehatan DKI Jakarta bersama Askesra Sekda DKI Jakarta Uus Kuswanto dan Kepala BPKD DKI Jakarta Michael Rolandi Cesnanta Brata.
Awalnya, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta dari F-Golkar Basri Baco mempertanyakan mengapa anggaran Rp 220,8 miliar didrop dari APBD 2023. Padahal, kata dia, evaluasi Kemendagri tak merekomendasikan untuk mencoret anggaran tersebut.
“Kita kaget sebenarnya. Kita kaget dan curiga. curiganya apa? Evaluasi Kemendagri tidak mendrop Rp 220 (miliar). Total hasil evaluasi Kemendagri turun ke provinsi angkanya masih ada yang Rp 220 (miliar),” kata Basri di ruang rapat Komisi E DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (12/1/2023).
Basri kemudian menilai eksekutif tak memiliki wewenang untuk mencoret anggaran yang telah disepakati bersama. Menurutnya, tindakan ini sudah masuk ke ranah pelanggaran administrasi.
“Karena menurut saya ini pelanggaran administrasi. Kewenangan mendrop itu bukan ada di TAPD. Apalagi Kemendagri tidak mendrop. Kita jadi kaget kenapa sistem penganggarannya jadi gini. Kok bisa seenaknya TAPD mendrop, membiarkan apa yang sudah disahkan di banggar, di paripurna juga MoU, dan dikirim ke Kemendagri. Ketika turun dari Kemendagri eksekutif tanpa konfrontasi dan bicara dengan DPRD. Dalam hal ini adalah Komisi E,” tegasnya.
Menunjukkan lemahnya kordinasi
Sementara itu, anggota Komisi E dari FPKB DFPRD DKI Jakarta, H. Sutikno menyoroti lemahnya koordinasi antara pempov DKI Jakarta dan legislatif terkait hal ini.
Menurutnya, didropnya anggaran Alkes untuk 15 RSUD, senilai Rp 220,8 miliar, tanpa koordinasi dan sepengetahuan Komisi E, pantas untuk dicurigai. “Ada apa? Apakah ada orang atau oknum yang indikasi, operasi, oh ini dihilangkan saja semuanya…?” ujarnya.
Sutikno menilai hal ini menunjukkan tidak adanya kesepahaman antara eksekutif dan legislatif. “Kok seperti tidak ada tik-tok kesepahanan antara legislatif dan eksekutif,”ujar Sutikno keheranan.
Padahal menurut H. Sutikno pengadaan Alkes untuk 15 RSUD adalah bagian upaya peningkatan pelayanan Kesehatan masyarakat, dan termasuk kebutuhan yang primer, mendesak.
Kepala BPKD DKI Jakarta Michael Rolandi lantas menjelaskan alasan dicoretnya anggaran alkes tersebut. Michael menjelaskan pencoretan anggaran itu diputuskan dalam Rapat Pimpinan Gabungan (Rapimgab) Banggar bersama TAPD pada Rabu (28/12) lalu.
Alasannya, anggaran tersebut tidak tercantum dalam rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) serta Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD 2023 tidak boleh dianggarkan.
“Pada saat dari evaluasi Kemendagri, TAPD rapat di ruang pola. Ini menyikapi hasil evaluasi, salah satu di antaranya yang di halaman 91 hasil evaluasi, dinyatakan program kegiatan dan sub kegiatan yang belum tercantum dalam RKPD dan KUA PPAS tidak diperkenankan untuk dianggarkan dalam RAPBD 2023.
Dari hasil sistem, menampilkan data yang dari RKPD dan KUA PPAS nggak ada, keluarlah yang termasuk Rp 220 miliar ini. Itu dibawa ke Rapimgab untuk diputuskan bersama antara banggar dengan TAPD. Kita nggak melakukan eksekusi apapun sebelum diputuskan dalam Rapimgab. Setelah diketok dalam Rapimgab dan ditandatangani semuanya, baru dieksekusi,” jelasnya.
Pernyataan Michael lantas direspons balik oleh Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Iman Satria. Dia menyebut masih banyak anggaran yang tak tercantum dalam RKPD maupun KUA-PPAS, tapi tetap diloloskan dalam APBD 2023. Salah satu yang disinggungnya adalah anggaran renovasi GOR di Jakarta.
Namun, debat panas terus berlanjut. Anggota dewan dan Michael pun bersahut-sahutan. Bahkan, Iman menyentil Kepala Dinas Kesehatan yang dinilai terlalu lemah sehingga tak bisa mempertahankan anggaran tersebut.
“Kita fair-fair-an aja ya. Ada (anggaran-anggaran) yang tidak ada di RKPD itu tetap lolos, ratusan miliar Pak. Kenapa nggak itu aja yang di-take down? (Anggaran) GOR, tidak ada satu pun yang didrop tuh Rp 600 miliar di Dispora,” ujar Iman.
“Kalau (renovasi) GOR (alasan tidak didrop), barangnya sekarang sudah rata. Ini untuk pemilu 2024 membutuhkan…,” balas Michael.
“Berarti, kalau pakai logika, kita membandingkan kebutuhan darsak yang mana nih antara kesehatan masyarakat dengan,” balas Wakil Ketua Komisi E Anggara Wicitra.
“Itulah karena kadis-nya lemah. Kalau dibandingkan dengan GOR, itu kepala dinasnya kan bertahan, nggak bisa didrop dan harus dibangun begini begini. Harusnya begitu juga dengan bu kadis, bilang ini adalah pelayanan masyarakat, harus kudu dan lain-lain. Ini kan masalah kemauan, willing,” timpal Iman Satria.
Anggota Komisi E tidak terima alasan Pengadaan Alkes bukan hal mendesak
Askesra Setda DKI Jakarta Uus Kuswanto lantas menjelaskan alasan anggaran renovasi GOR disetujui sedangkan untuk pengadaan alkes didrop. Hal ini lantaran anggaran renovasi GOR masuk ke dalam kebutuhan mendesak (darsak) karena menyangkut Pemilu 2024. Namun, anggota dewan tak menerima alasan tersebut.
“Soal darurat mendesak disampaikan dispora (anggaran gor), memang dasarnya jelas, terkait dengan masalah kebutuhan untuk pemilu dan lain-lain dan kini GOR-nya sudah rata,” jelas Uus.
“Pak Uus kesehatan itu pelayanan dasar. olahraga bukan pelayanan dasar lho. Kalau nggak kan bisa aja diusulkan separuh aja yang dibangun, jangan semua, 300 (miliar) aja, 300 lagi diini (didrop) kalau ada keperluan BTT. Ini kan berarti tidak ada pertahanan dari kepala dinas kesehatannya,” balas Basri.
Singkat cerita, anggota dewan mempertanyakan alasan anggaran Rp 220 miliar tak dipertahankan di dalam APBD 2023. Sebab, dewan memandang anggaran yang masuk darsak tetap bisa dimasukkan sekalipun tak tercantum dalam RKPD. Namun, Pemprov DKI Jakarta tetap menekankan karena anggaran tersebut di luar RKPD sehingga tak memenuhi syarat.
“Bapak paham nggak ada istilah darsak? Terkait yang kita bahas, darsak itu dimungkinkan untuk dimasukkan dalam APBD (meski nggak ada di RKPD). Yang 220 usulan bapak atau hasil sisiran dari TAPD?” tanya Basri.
“Iya bersama dengan tim, langsung dilihat Rp 220 M itu,” jawab Sekretaris Dinas Kesehatan DKI Jakarta Purwadi.
“Jadi masing-masing SKPD diminta untuk konfirmasi terkait hasil rekomendasi Kemendagri. Masing-masing dinas menyampaikan apa yang jadi kebutuhan, termasuk dispora menyebut ada PON di tahun 2023, kalau anggaran tidak ada, itu menjadi suatu hal yang darurat sehingga ada penambahan. Untuk yang dari dinkes pun sama. yang hadir pak sekdis,” jelas Uus.
“Pak sekdis tidak berusaha bertahan?” tanya Basri.
“Secara langsung saya tidak karena saya merujuk pada narasi Kemendagri, di luar RKPD jelas tidak memenuhi syarat sehingga kami bersepakat (drop Rp 220 miliar),” jawab Purwadi. (***)