“Kami meyakini bahwa figur yang tepat untuk DKI Jakarta ke depan pasca IKN adalah ulama,”ujarnya Muhammad Fauzie.
PKBTalk24 ~ Jakarta. DPW PKB DKI Jakarta mewacanakan kepemimpinan di DKI Jakarta setelah tidak lagi mejadi Ibu Kota Negara (Pasca IKN). Menurut H. Muhammad Fauzie, Sekretaris Wilayah (Sekwil) DPW PKB DKI Jakarta, figur yang belum pernah dikasih kesempatan untuk memimpin DKI Jakarta selama ini adalah ulama.
“Kami meyakini bahwa figur yang tepat untuk DKI Jakarta ke depan pasca IKN adalah ulama,”ujarnya Muhammad Fauzie, di acara bertajuk “Maqoshid Dewan Syuro PKB se-DKI Jakarta” yang digelar Sabtu, 19 November 2022 di kantor DPW PKB DKI Jakarta.
Lebih lanjut, M. Fauzie menjelaskan, melalui acara yang mengusung tema “Ulama sebagai Ujung Tombak Masa Depan Jakarta” tersebut, DPW PKB DKI Jakarta bermaksud mencari sumber rujukan dari para ulama dan habaib di DKI Jakarta, terkait model kepemimpinan yang tepat untuk memimpin Kota Jakarta setelah tidak lagi menyandung status sebagai Ibu Kota Negara (Jakarta Pasca IKN).
Sebagaimana diketahui, rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur adalah sesuatu yang niscaya, sebab secara legal formal pemindahan IKN sudah memiliki payung hukum (UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara). Selain itu, Badan Otorita IKN juga sudah dilantik.
“Dengan begitu, Jakarta tinggal menunggu waktu untuk kehilangan status khususnya sebagai ibu kota negara. Itu artinya akan ada sekian banyak konsekuensi yang bakal terjadi,”jelas Muhammad Fauzie.
Sebagai contoh, besaran anggaran APBD DKI Jakarta yang bisa jadi akan terkoreksi tajam. Belum lagi akan ada banyak warga yang pindah ke IKN baru, seperti aparatur sipil negara (ASN) pemerintah pusat.
Belum lagi secara kultural semakin banyak tradisi dan warisan budaya Betawi yang terpinggirkan, terancam punah di tengah-tengah problem klasik perkotaan yang tak kunjung selesai. Seperti kemacetan, sampah, banjir, dan problem lingkungan dan kependudukan lainnya.
“Yang jelas, tantangannya semakin kompleks, bagaimana menjadikan Jakarta sebagai pusat ekonomi dan bisnis. Apakah Pemprov DKI Jakarta siap mengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai sumber APBD setelah tidak lagi menyandang IKN?”ujarnya.
Lalu mengapa figure kepemimpinan DKI Jakarta nantianya mesti seorang ulama?
Terkait dengan hal ini, di sela-sela acara bertajuk “Maqoshid Dewan Syuro PKB se-DKI Jakarta” yang digelar Sabtu, 19 November 2022 di kantor DPW PKB DKI Jakarta, M. Fauzie menjelaskan, pertama, kultur masyarakat DKI Jakarta sangat religius dan memiliki akar tradisi yang kuat dengan latar sejarah yang panjang. Hubungan antara ulama (Tuan Guru) sebagai pembimbing, pengayom, dan teladan dengan masyarakat Jakarta telah terjalin sangat kuat.
Kedua, tradisi keberagamaan masyarakat Jakarta yang diwarisi dari para ulama terdahulu – penyebar agama Islam generasi awal di Jakarta sangat kuat, unik dan khas . Corak keberagamaan masyarakat Jakarta yang mayoritas muslim dan berhaluan ahlussunnah walajamaah an-nahdliyah ; bermadhab As-Syafi’i dalam bidang fiqih, dan kemudian mengikuti pimikiran Asy-ariyah dan al Maturidiyah dalam bidang tauhid, serta mengikuti idiologi Al-Junaid Al BAdhdadi dan Al Ghozali, dalam bidangh tasauf, menjadikan ciri keberagamaan masyarakat Jakarta sangat lentur – luwes, moderat, namun sangat kuat memegang tradisi ritual keagamaannya.
Tak heran, amaliah peringatan keagamaan seperti maulid, tahlilah, yasinan, ziarah kubur, yang diwarisi dari para ulama dan habaib terdahulu oleh masyarakat Betawi terbukti bisa menjadi perekat dan sekaligus benteng umat dari paham transnasional – Islam garis keras, yang bisa membahayakan keutuhan dan keharmonisan antara umat beragama di Jakarta, dan NKRI pada umumnya. PKB DKI Jakarta menyakini, bahwa hal ini bisa terus dipertahankan dengan kepemimpinan seorang ulama.
Ketiga, sejarah berdirinya DKI Jakarta tidak bisa dilepaskan dari peran ulama. Tercatat dalam sejarah, antara tahun 397-1527, wilayah yang saat ini disebut Jakarta masih bernama Sunda Kelapa dan berada di bawah kekuasaan kerajaan Hindu (Kerajaan Sunda). Pada 1527, Pangeran Fatahillah dari Kerajaan Islam Demak, berhasil merebut Sunda Kelapa dari tangan Portugis dan mengubah namanya menjadi Jayakarta.
Fatahillah atau Faletehan, ini selain seorang ulama, yang memiliki pengetahuan agama Islam luas, juga panglima pasukan Kerajaan Demak-Cirebon yang memimpin penaklukan Portugis di Sunda Kelapa pada 1527. Setelah mengusir Portugis, ia menggganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, yang berarti kota kemenangan.
Keempat, secara empiris di bidang kepemerintahan DKI Jakarta sudah pernah dipimpin oleh seorang gubernur dengan latar belakang militer, sipil, teknokrat, pebisnis, akademisi, namun hingga saat ini problem dan masalah utama Kota Jakarta seperti masalah banjir, kemacetan, sampah, problem kependudukan dan daya dukung lingkungan, tak kunjung terselesaikan.
“Kempat hal tersebut melatar belakangi keingingan kami dari DPW PKB DKI Jakarta untuk mencari figur calon pemimpin DKI Jakarta ke depan dengan latar belakang seorang ulama,” ujar M. Fauzie, yang juga menjabat sebagai Ketua LPP PKB DKI Jakarta di Pemilu 2024 nanti. (AKH)