“Jurusan akan kita hidupkan lagi: IPA, IPS, dan Bahasa. Di Tes Kemampuan Akademik (TKA), akan ada tes wajib Bahasa Indonesia dan Matematika,” ujar Abdul Mu’ti, yang juga menjabat Sekretaris Umum PP Muhammadiyah.
PKBTalk24 | Jakarta ~ Setelah sempat dihapus dalam Kurikulum Merdeka, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) berencana menghidupkan kembali sistem penjurusan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Wacana ini disampaikan langsung oleh Menteri Abdul Mu’ti dalam acara Halalbihalal bersama Forum Wartawan Pendidikan (Fortadikbud) di Perpustakaan Kemendikdasmen, Jakarta, Jumat (11/4/2025).
“Jurusan akan kita hidupkan lagi: IPA, IPS, dan Bahasa. Di Tes Kemampuan Akademik (TKA), akan ada tes wajib Bahasa Indonesia dan Matematika,” ujar Abdul Mu’ti, yang juga menjabat Sekretaris Umum PP Muhammadiyah.
Mu’ti menambahkan, siswa jurusan IPA nantinya dapat memilih antara Fisika, Kimia, atau Biologi. Sementara untuk IPS, opsi seperti Akuntansi akan kembali tersedia.
Kebijakan Lama yang Belum Sempat Dievaluasi
Rencana ini menuai sorotan dari berbagai pihak. Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menyebut kebijakan ini tergesa-gesa. Menurutnya, penghapusan jurusan dalam Kurikulum Merdeka belum dievaluasi secara menyeluruh.
“Untuk menilai efektivitas implementasi kurikulum, paling tidak butuh waktu enam tahun. Kemendikdasmen seharusnya melakukan kajian akademik yang melibatkan semua pemangku kepentingan sebelum membuat kebijakan strategis,” ujar Satriwan, Senin (14/4/2025).
Suara Guru: Tak Semua Menolak
Sejumlah tanggapan dari banyak guru dari berbagai sekolah menggambarkan pikiran mereka terhadap rencana perubahan tersebut. Guru Bahasa Indonesia dari Jakarta Selatan, yang tidak ingin disebutkan namanya, menyatakan tidak masalah dengan wacana penjurusan. Sekolahnya, kata dia, memang belum sepenuhnya menerapkan Kurikulum Merdeka, dan masih menggunakan sistem paket jurusan secara semi formal.
“Kalau Kurikulum Merdeka kan bebas pilih mapel, tapi sekolah saya mengakalinya dengan paket—misal IPA plus Sosiologi atau Ekonomi. Jadi kalau kembali ke sistem jurusan formal, kami tidak akan kesulitan,” ujarnya.
Menurut dia, sistem penjurusan justru memudahkan guru dalam membagi fokus pelajaran. Ia menilai banyak siswa cenderung menghindari mata pelajaran seperti Kimia dan Fisika, dan lebih memilih Biologi.
Sementara itu, Guru Ekonomi dari SMAN 12 Jakarta, Adi Purwanto, menyambut baik fleksibilitas Kurikulum Merdeka, tetapi juga mengakui pentingnya penjurusan untuk mengarahkan siswa sejak awal.
“Tujuannya agar siswa punya arah yang jelas saat melanjutkan studi. Tapi tetap, sosialisasi harus cepat dan terukur agar guru bisa beradaptasi,” katanya.
Sisi Lain: Realita di Lapangan dan Kesiapan Guru
Seorang guru Bahasa Indonesia asal Jakarta Selatan, yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan bahwa sistem penjurusan bisa lebih ideal jika dikaitkan dengan tes minat dan bakat siswa. Baginya, selama guru mempersiapkan diri, perubahan sistem tak menjadi kendala berarti.
“Saya siap belajar materi, modifikasi RPP, menonton referensi pembelajaran di YouTube, hingga ikut pelatihan jika sistem ini diterapkan kembali,” tuturnya.
Dilansir dari detikedu (16/4/2025), seorang Guru Matematika di SMA Negeri 1 Karanganyar, Arif Dwi Hantoro, juga berpandangan bahwa sistem penjurusan bisa membantu siswa lebih fokus dan selaras dengan struktur penerimaan di perguruan tinggi yang masih mengacu pada jalur saintek dan soshum.
“Penjurusan membantu siswa menyiapkan diri sejak awal. Apalagi jika TKA menjadi syarat seleksi masuk PTN, maka ini justru bisa meningkatkan keseriusan dan tanggung jawab siswa,” ujarnya.
Kilas Balik: Mengapa Jurusan Pernah Dihapus?
Sistem penjurusan resmi dihapus mulai tahun ajaran 2024/2025 melalui penerapan Kurikulum Merdeka. Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) saat itu, Anindito Aditomo, menjelaskan penghapusan dilakukan untuk memberi kebebasan siswa memilih pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasi karier.
Menurutnya, banyak siswa terpaksa masuk jurusan yang tidak sesuai, hanya karena persepsi sosial bahwa jurusan IPA lebih bergengsi. Sistem lama juga dianggap menimbulkan diskriminasi terhadap siswa non-IPA saat mendaftar ke perguruan tinggi.
Mengapa Harus Kembali ke Penjurusan?
Menurut Menteri Mu’ti, penjurusan kembali menjadi relevan dengan diterapkannya Tes Kemampuan Akademik (TKA) mulai November 2025 sebagai pengganti Ujian Nasional (UN). Nilai TKA akan menjadi salah satu faktor dalam seleksi masuk perguruan tinggi.
“Ada siswa dari jurusan IPS diterima di Fakultas Kedokteran. Tapi karena dasarnya bukan mata pelajaran sains, mereka kesulitan. Di sinilah penjurusan bisa berperan,” jelas Mu’ti.
Wacana kembalinya sistem penjurusan di SMA memang menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi, kebijakan ini dianggap sebagai langkah mundur dari semangat fleksibilitas Kurikulum Merdeka. Di sisi lain, ada pula yang melihatnya sebagai upaya untuk memperkuat fondasi akademik siswa sesuai rencana studi mereka di masa depan. Yang jelas, transisi ini perlu dikaji matang dan disosialisasikan secara luas demi keberhasilan implementasinya. (***)