“Jadi khusus UMKM itu digeser ke 2026. Sedangkan yang besar dan menengah tetap diberlakukan per 17 Oktober,” kata Airlangga usai rapat terbatas membahas sertifikasi halal di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).
PKBTalk24 | Jakarta ~ Pemetintah tetap wajibkan sertifikasi halal berlaku pada Oktober 2024 bagi industri skala menengah dan besar. Penundaan kewajiban sertifikasi halal hingga tahun 2026 hanya berlaku untuk UMKM, dengan kategori pendapatan Rp 1-2 miliar untuk usaha mikro dan Rp 15 miliar untuk pengusaha kecil.
Hal itu disampaikan oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, usai rapat terbatas membahas sertifikasi halal di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).
“Jadi khusus UMKM itu digeser ke 2026. Sedangkan yang besar dan menengah tetap diberlakukan per 17 Oktober,” kata Airlangga.
Airlangga lebih lanjut menjelaskan, penundaan kewajiban sertifikasi halal tahun 2026 juga berlaku untuk produk obat tradisional, produk kimia kosmetik, aksesoris, barang guna rumah tangga, dan berbagai alat kesehatan. Dengan begitu, sertifikasi tidak hanya berada di lingkup makanan dan minuman semata.
“Oleh karena itu, tadi Presiden memutuskan bahwa untuk UMKM makanan minuman dan yang lain itu pemberlakuannya diundur tidak 2024, tapi 2026,” ujarnya.
Kemampuan BPJPH masih terbatas
Sementara itu, Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki menyatakan, penundaan disepakati lantaran kemampuan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) masih terbatas. Capaiannya masih jauh di bawah target. Jika dipaksakan berlaku pada Oktober 2024, BPJPH perlu mengeluarkan 102.000 sertifikat per hari, jauh dari kemampuan rerata harian BPJPH saat ini yang hanya sekitar 2.678 sertifikat per hari.
“Kalau lihat data di BPJPH hari ini rata-rata cuma 2.678 sertifikat, jadi tidak mungkin. Karena itu saya kira tepat Pak Presiden menunda kewajiban sertifikat sampai 2026, karena kan waktu tinggal 150 hari,” jelas Teten.
Karenanya, pihaknya turut mempertimbangkan jeratan hukum yang berpotensi menimpa UMKM karena produknya belum tersertifikasi halal, jika kewajiban tetap diberlakukan tahun ini.
Penundaan, kata Teten, juga merupakan bentuk keberpihakan pemerintah kepada usaha rakyat tersebut. Agar tidak kembali molor, pembuat kebijakan akan menyederhanakan prosedur dan aspek teknis terkait lainnya.
Begitu pun berencana memberikan subsidi dan menambah anggaran untuk program sertifikasi halal gratis. “Untuk melindungi UMKM supaya tidak menjadi sasaran penegakan hukum, kalau pemerintah tetap menetapkan ya mereka akan punya masalah hukum. Karena itu atas nama kepentingan UMKM keadilan ya diperpanjang,” jelas Teten. (***)