“Kualitas pangan kita bergantung juga kemampuan kita memfasilitasi agar petani kita lebih produktif lagi. Dengan cara ini desa-desa kita libatkan untuk menjadi bagian dari satu kesatuan pengadaan pangan yang berkualitas, sekaligus kita hentikan untuk ketergantungan dari pangan di luar produksi kita sendiri,” kata Gus Muhaimin.
PKBTalk24 | Jakarta ~ Momen seru debat dan adu argmentasi disertai ekspresi bernada serangan dari calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 02, tersaji di debat keempat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang digelar oleh KPU pada Minggu (21/1/2024) malam.
Dalam debat yang mengusung tema pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, serta masyarakat adat dan desa itu, terlihat jelas ekspresi Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka seperti mengejek pada para lawan debatnya,
Pada sesi debat ke empat tersebut, Gibran Rakabuming Raka, dinilai cukup agresif melakukan serangan, jebakan, dan memberi umpan yang memancing emosi terhadap lawan debatnya dari cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar; dan cawapres nomor urut 3, Mahfud MD.
Sebagai contoh, ketika Gus Muhaimin menjawab pertanyaan panelis mengenai strategi menghadapi dampak perubahan iklim terhadap produksi dan kualitas gizi pangan, Gibran misalnya menyinggung soal catatan hingga botol minum yang berada di depan Gus Muhaimin.
Saat itu, Gus Muhaimin mendapat giliran pertama untuk menjawab. Cak Imin pun menyampaikan bahwa tanpa krisis iklim sekalipun, sawah pertanian dalam negeri tak memiliki sistem yang memadai. Lebih fatal lagi, pengadaan pangan nasional hanya melibatkan korporasi dan menihilkan peran petani.
“Kita ingin melihat bahwa potensi petani dan seluruh produk-produknya masih sangat luar biasa, kita harus mulai dari pengadaan lahan yang memadai, dalam arti lahan-lahan yang ada melalui reformasi agraria, reforma agraria menjadi prinsipnya,” kata Muhaimin.
Cawapres nomor urut 01, dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu lalu menyinggung soal pengadaan pupuk dengan harga terjangkau untuk para petani. Katanya, kerap kali pupuk sulit didapat.
Gus Muhaimin juga menyebut penggunaan pupuk organik untuk meningkatkan kualitas pertanian, juga program perlindungan gagal tanam akibat iklim. Menurutnya, pemerintah harus hadir untuk membantu para petani meningkatkan produktivitas pertanian.
“Kualitas pangan kita bergantung juga kemampuan kita memfasilitasi agar petani kita lebih produktif lagi. Dengan cara ini desa-desa kita libatkan untuk menjadi bagian dari satu kesatuan pengadaan pangan yang berkualitas, sekaligus kita hentikan untuk ketergantungan dari pangan di luar produksi kita sendiri,” kata Gus Muhaimin.
Setelah Muhaimin, giliran Gibran yang memberikan jawaban. Saat itulah, putra Walikota Solo itu, menyinggung catatan Muhaimin. “Baik, terima kasih. Enak banget ya, Gus, ya menjawabnya sambil baca catatan tadi,” kata Gibran sambil tersenyum.
Memang, ketika menyampaikan pendapat, Muhaimin sesekali melirik kertas catatan yang ia letakkan di podium debat. Gus Muhaimin pun menyampaikan bahwa dirinya membuat catatan sedikit, tetapi itu bukan catatan dari Mahkamah Konsitusi.
“Terima kasih, saya catat sedikit, yang penting ini bukan catatan dari Mahkamah Konsitusi,”celetuk Gus Muhaimin.
Belum puas, Gibran menuding Muhaimin mendapatkan contekan dari Co Captain Timnas Anies-Muhaimin, Thomas Lembong. Momen itu terjadi ketika Gibran mengungkit pernyataan Imin yang menyebut bahwa penjelasan dirinya mengenai strategi pembangunan bioregional tidak menjawab.
Gibran menekankan bahwa pembangunan berbasis bioregional harus mempertimbangkan masyarakat di luar Jawa. Tujuannya supaya masyarakat bisa merasakan dampak konektivitas yang lebih baik.
Selain itu, agar masyarakat bisa merasakan penurunan inflasi, perlu peningkatan peluang kerja dan titik pertumbuhan ekonomi baru. “Itu tadi kan udah saya jawab, mungkin Gus Muhaimin juga tidak paham dengan pertanyaan yang diberikan ke saya ya,” lanjut Gibran.
“Mungkin itu kan mungkin dapat contekan itu dari Pak Tom Lembong. Mungkin ya, terima kasih,” katanya.
Ketika berdebat soal pembangunan berbasis bioregional itu, Gibran juga sempat mengungkit botol minum plastik yang digunakan oleh Muhaimin.
Berkonfrontasi dengan Prof Mahfud soal “greenflation”
Debat sengit juga terjadi antara Gibran dan Mahfud MD ketika sesi tanya jawab dalam debat. Mulanya, Gibran bertanya ke Mahfud mengenai cara mengatasi greenflation. Mendengar pertanyaan Gibran, moderator menyela, mengatakan bahwa sebagaimana aturan debat, penggunaan istilah atau terminologi asing harus dijelaskan. Merespons moderator, Gibran justru menyinggung Mahfud yang merupakan seorang profesor.
“Tunggu, ini tadi tidak saya jelaskan karena kan beliau (Mahfud MD) kan seorang profesor,” kata Gibran sambil tersenyum.
Sementara, Mahfud menggeleng-gelengkan kepala. “Greenflation adalah inflasi hijau, sesimpel itu,” kata Gibran. Mahfud lantas menyebut bahwa inflasi hijau sama dengan ekonomi hijau atau ekonomi sirkuler. Ekonomi sirkuler sendiri merupakan proses pemanfaatan produk lama melalui pengolahan kembali atau recycle sehingga menjadi barang baru.
Bicara soal recycle, Mahfud mengaku bangga bahwa sebagai orang Madura, orang-orang di kampung halamannya menjadi pelopor ekonomi hijau. Sebab, orang Madura sejak lama telah memunguti sampah dan plastik yang lantas diolah untuk menjadi barang baru.
“Oleh sebab itu, kalau untuk mengatasi inflasi itu tentu yang paling gampang kan kebijakan-kebijakan. Diatur saja, kan harus ada data kecenderungannya di sini begini, kebijakannya harus begini, kecenderungannya di sini begini kebijakannya harus begini,” kata Mahfud.
Mendengar jawaban Mahfud, Gibran membuat gerakan seolah-olah ia sedang mencari sesuatu. Sambil menempelkan tangan kanan di atas matanya, Gibran menundukkan badan sambil bercelingak-celinguk. “Saya lagi nyari jawabannya Prof Mahfud, saya nyari-nyari di mana ini jawabannya, kok nggak ketemu jawabannya. Saya tanya masalah inflasi hijau kok malah menjelaskan ekonomi hijau,” katanya.
Gibran lantas menyebut bahwa salah satu contoh greenflation atau inflasi hijau adalah peristiwa demo rompi kuning di Prancis yang sangat berbahaya karena sudah memakan korban.
Menurut Gibran, hal ini yang harus diantisipasi agar jangan sampai terjadi di Indonesia. “Intinya transisi menuju energi itu harus super hati-hati, jangan sampai malah membebankan RND yang mahal, proses transisi yang mahal ini kepada masyarakat, pada rakyat kecil,” kata Wali Kota Solo itu.
Menanggapi Gibran, Mahfud menyebut bahwa jawaban Gibran “ngawur” dan terlalu mengada-ada. Ia pun enggan menanggapi kembali pernyataan Gibran.
“Saya juga mencari tuh, jawabannya ngawur juga tuh. Ngarang-ngarang ndak karuan, mengaitkan dengan sesuatu yang tidak ada. Kalau akademis itu tanya-tanya kayak gitu recehan,” ujar Mahfud.
“Oleh sebab itu, itu tidak layak dijawab menurut saya. Oleh sebab itu saya kembalikan ke moderator. Ini ndak layak dijawab pertanyaan kayak gini,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) itu.
Saat diberi kesempatan untuk bertanya balik, Mahfud mengatakan bahwa dirinya menghormati Gibran, sehingga enggan melemparkan pertanyaan yang sifatnya menjebak. “Mas Gibran, saya menghormati anda sebagai cawapres. Sehingga saya tidak akan bicara secara menjebak dan receh-receh,” ujar Mahfud.
Pada pokoknya, Mahfud bertanya ke Gibran mengenai tingginya angka impor di era pemerintahan Presiden Jokowi dan cara Gibran mengatasi mafia impor. Namun, ucapan itu kembali disentil oleh Gibran. “Sepertinya Prof Mahfud agak ngambek ya. Soalnya saya sudah 2 kali berikan pertanyaan yang sulit. Carbon capture, greenflation. Selalu dikomenin pertanyaan receh. Ya kalau receh dijawab, Pak. Segampang itu kok,” ucap dia.
Strategi memancing emosi
Dikutip dari laman Kompas.com ( Minggu, 22/1/2024), analis komunikasi politik dari Universitas Padjadjaran Kunto Adi Wibowo menilai bahwa dalam debat keempat, Gibran terlihat sangat berupaya memprovokasi, bahkan mengejek lawan. Untuk memancing emosi Cak Imin dan Mahfud, Gibran hampir selalu membuat pernyataan provokatif ketika diberi kesempatan untuk berbicara.
Namun, cara Gibran cenderung berlebihan sehingga serangan-serangan itu justru berbalik menyerang dirinya. “Mas Gibran sendiri yang terjebak dalam permainan emosi yang dia bikin, dia tidak mampu mengontrol gesturnya dengan tepat,” kata Kunto kepada Kompas.com, Senin (22/1/2024).
Menurut Kunto, Gibran salah strategi ketika mencecar Mahfud soal greenflation dan membuat gestur seolah sedang mencari-cari jawaban Mahfud.
Gibran dinilai tidak menghormati Mahfud yang secara usia jauh lebih tua dan memiliki pengalaman lebih banyak. “Kalau boleh dibilang, itu awal dari hancurnya Mas Gibran di debat yang ke empat ini karena dengan gestur itu Mas Gibran sebenarnya sedang mempermalukan diri sendiri daripada mempermalukan Pak Mahfud,” ujar Kunto.
Kunto menduga, Gibran bermaksud menggunakan strateginya di debat kedua ketika menanyakan istilah asing ke Mahfud dan Muhaimin. Namun, baik Mahfud dan Imin sudah belajar dari debat kedua sehingga mampu melawan balik pertanyaan Gibran. Muhaimin dan Gibran pun dinilai tak terpancing oleh permainan emosi Gibran.
Lain dari Gibran, Imin dan Mahfud juga disebut lebih substansial. “Tapi kalau sama Gibran, kayak orang-orang yang serius meladeni anak kecil akhirnya,” kata Kunto.
“Jadi menurut saya kita tahu bahwa siapa pemenang debat semalam, menurut saya Cak Imin dan Prof Mahfud sama-sama oke walaupun Cak Imin bisa dapat skor lebih tinggi, sedangkan Mas Gibran sangat jauh di belakang,” tuturnya. (***)