“Sekolah umum hanya mengandalkan logika. Tapi di pesantren, ada wahyu, ilham, mukasyafah. Sumber ilmunya enam, bukan satu!” jelas Nasaruddin Umar.
PKBTalk24 | Jakarta ~ Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, mengajak semua pihak untuk kembali memandang pesantren sebagai pusat peradaban dan masa depan pendidikan Indonesia.
Dalam Konferensi Internasional Transformasi Pesantren yang digelar oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta, Selasa (24/6/2025), Menag menegaskan bahwa pesantren bukan hanya tempat menimba ilmu, tapi juga tempat mencari “ilmunya Allah”.
“Pesantren itu berbeda. Bukan cuma belajar dari guru, tapi mencari ilmu dari sumber yang lebih tinggi—dari Allah langsung,” ujar Menag disambut antusias para peserta konferensi.
Dalam pemaparannya, Menag mengutip pemikiran Nurcholish Madjid (Cak Nur) yang menyatakan bahwa kalau Indonesia tidak dijajah Belanda, mungkin pusat pendidikan hari ini bukan Universitas Indonesia atau ITB—tetapi Universitas Tebuireng, Lirboyo, dan pesantren-pesantren besar lainnya.
Lebih lanjut, Menag menyebut bahwa pesantren punya sistem ilmu pengetahuan yang sangat kaya, karena menggabungkan akal, wahyu, intuisi, hingga pengalaman spiritual.
“Sekolah umum hanya mengandalkan logika. Tapi di pesantren, ada wahyu, ilham, mukasyafah. Sumber ilmunya enam, bukan satu!” jelasnya.
Pesantren: Gaya Lama, Tapi Dianggap Pendidikan Modern oleh Dunia
Menariknya, tren pendidikan ala pesantren justru sedang diminati di negara-negara maju seperti Inggris dan Australia. Bahkan, seorang profesor dari Inggris menyebut model pesantren adalah pendidikan modern yang ideal karena berbasis asrama dan mendidik karakter secara utuh.
“Di luar negeri, boarding school seperti pesantren justru dianggap modern. Kita malah sering meremehkan warisan kita sendiri,” kata Menag.
10 Juta Komunitas Pesantren = Potensi Raksasa Bangsa
Dengan jumlah santri dan komunitas pesantren yang mencapai lebih dari 10 juta orang di Indonesia, Menag menilai sudah saatnya pesantren menjadi kekuatan besar dalam membentuk masa depan bangsa. Ia mengajak para kiai dan ulama mencetak insan kamil—manusia utuh yang cerdas, spiritual, dan berakhlak.
“Kita perlu lahirkan Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Ibnu Taimiyah baru dari pesantren kita sendiri. Saya minta bimbingan para kiai untuk mencetak manusia unggul seperti itu,” ujar Menag.
Cak Imin: Pesantren Harus Jadi Pemimpin Perubahan, Bukan Sekadar Pengikut
Sementara itu, Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar (Cak Imin), dalam sambutannya menyatakan bahwa dunia saat ini sedang berubah dengan cepat akibat revolusi teknologi dan informasi. Menurutnya, pesantren harus bertransformasi menjadi pemimpin perubahan, bukan sekadar mengekor zaman.
“Setiap zaman bawa tantangan. Pesantren sudah terbukti tangguh selama ratusan tahun. Tapi sekarang kita harus lebih adaptif,” tegas Cak Imin.
Ia juga mengingatkan bahwa dakwah dan penyebaran agama hari ini ditentukan oleh algoritma media sosial. Karena itu, pesantren perlu siap menghadapi tantangan digital.
“Ekspektasi terhadap pesantren tinggi, tapi kapasitas nyatanya sering kali terbatas. Ini harus jadi catatan kita bersama,” tandasnya.
Saatnya Pesantren Naik Kelas!
Konferensi ini menjadi titik penting bahwa pesantren tak boleh hanya jadi warisan masa lalu, tapi harus menjadi motor penggerak masa depan. Dengan kolaborasi antara pemerintah, partai politik, dan para ulama, cita-cita mencetak generasi emas dari rahim pesantren bukan hal mustahil. (AKH)