Dalam buku tersebut ditulis beberapa ulama besar berkumpul di Masjidil Haram. Mereka menyimpulkan bahwa sudah sangat mendesak berdirinya wadah bagi tumbuh kembang dan terjaganya ajaran Ahalissunnah wal jamaah (Aswaja).
PKBTalk24 | Jakarta ~ Dinilai menyimpang, LP Maarif NU menarik buku sejarah ke-NU-an yang isinya menyebut kakek Habib Luthfi, Habib Hasyim sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU).
Penulisan sejarah berdirinya NU yang dinilai menyimpang tersebut ditemukan di dalam buku Pelajaran Ahlusunnah Waljamaah Ke-NU-an, jilid 1 untuk kelas 2, Madrasah Diniyah dan Pondok Pesantren yang disusun oleh Divisi Keilmuan RMI PCNU, Penerbit RMI PCNU Kabupaten Tegal.
Dalam buku tersebut ditulis beberapa ulama besar berkumpul di Masjidil Haram. Mereka menyimpulkan bahwa sudah sangat mendesak berdirinya wadah bagi tumbuh kembang dan terjaganya ajaran Ahalissunnah wal jamaah (Aswaja).
Akhirnya, diistikarahi oleh para ulama Haramain. Kemudian mereka mengutus KH Hasyim Asy’ari untuk pulang ke Indonesia agar menemui dua orang yang diyakini sebagai kekasih Allah, yang bermukim di Indonesia.
Diceritakan, jika kedua orang ulama tersebut menyetujui, maka rencana pembuatan wadah untuk Aswaja akan dilanjutkan. Sebaliknya, jika tidak setuju, maka rencana pendirian jangan dilanjutkan.
Dua ulama tersebut adalah Habib Hasyim bin Umar bin Thoha bin Yahya, Pekalongan (kakek Maulana Habib Muhammad Lutfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya.
Sementara, satunya lagi adalah Syekhona Muhammad Kholil Bangkalan. Oleh sebab itu, tidak heran jika Muktamar NU yang ke-5 dilaksanakan di Pekalongan, tepatnya pada tahun 13 Rabiul Akhir 1349 H/7 September 1930 M. Disebutkan, ternyata hal itu dimaksudkan untuk menghormati Habib Hasyim bin Yahya yang wafat pada tahun tersebut.
Mbah Kiai Hasyim Asy’ari datang ke tempat mbah Kiai Yasin. Kiai Sanusi ikut serta pada waktu itu. Di situ, mereka diiringi oleh Kiai Asnawi Kudus, terus diantar datang ke Pekalongan. Lalu, bersama Kiai Irfan, datang ke kediaman Habib Hasyim
Begitu KH Hasyim Asy’ari duduk, Habib Hasyim langsung berkata, ”Kiai Hasyim Asy’ari, silakan laksanakan niatmu kalau mau membentuk wadah Aswaja. Saya rela (rida), tapi tolong nama saya jangan ditulis.”
Itu wasiat Habib Hasyim. Kiai Hasyim Asy’ari merasa lega dan puas. Kemudian Hasyim Asy’ari menuju ke tempatnya Mbah Kiai Kholil Bangkalan.
Mbah Kiai Kholil berkata kepada Kiai Hasyim Asy’ari, “Laksanakan apa niatmu. Saya rida seperti ridanya Habib Hasyim.Tapi, saya juga minta tolong nama saya jangan ditulis.”
Kiai Hasyim agak bingung. Bagaimana ini, kok tidak mau ditulis namanya semua. Terus Mbah Kiai Kholil menimpali Kiai Hasyim. “Kalau mau ditulis silakan tapi sedikit saja.” Itulah wujud tawadunya Mbah Kiai Muhammad Kholil Bangkalan.
Dalam buku ini lalu diberikan keterangan bahwa sejarah tersebut tetap dicantumkan meskipun Habib Hasyim bin Yahya mungkin tidak terlalu berkenan.
Alasan tim penulis buku
Tim penulis beralasan jika sejarah semacam ini tidak akan ditemukan lagi di kemudian hari. Muhammad Ali Rahman menulis di NU Online berjudul “Tanggapan atas Kisah Berdirinya NU Versi Habib Luthfi (I) (II) (III)”
Ali Rahman mengatakan, keterangan Habib Luthfi, yang katanya didapat dari Kiai Irfan bahwa Habib Hasyim (kakek Habib Luthfi) terlibat pendirian NU, tidak dilengkapi dengan penjelasan siapa tokoh Kiai Irfan yang dimaksud.
Apakah beliau terlibat langsung saat peristiwa di Masjidil Haram tersebut sehingga mengetahui kisahnya. Apakah semasa dengan Syaikhona dan Habib Hasyim dan seterusnya dan sebagainya.
“Terlepas siapa Kiai Irfan, yang pasti, keterangan Kiai As’ad Syamsul Arifin yang runutannnya jelas dan selaras dengan data-data tertulis tentang pembentukan NU, sehingga memenuhi syarat ilmiah dalam standar penulisan sejarah,” paparnya. (**)
Sumber : suaranasional