Dibalik iming-iming “cuan cepat”, ada satu fakta mengkhawatirkan: data biometrik Anda bisa jadi alat dagang perusahaan global.
PKBTalk24 | Bekasi ~ Demi imbalan uang ratusan ribu rupiah, warga di Bekasi dan Depok ramai-ramai antre memindai retina mata mereka. Aksi ini bukan bagian dari program kesehatan atau riset ilmiah, melainkan berasal dari sebuah aplikasi bernama World App, yang terhubung dengan proyek kontroversial bernama Worldcoin.
Dibalik iming-iming “cuan cepat”, ada satu fakta mengkhawatirkan: data biometrik Anda bisa jadi alat dagang perusahaan global.
Mata Dibayar, Data Dibawa?
Worldcoin, proyek kripto global dari San Francisco, menjanjikan layanan keuangan masa depan yang inklusif. Untuk bergabung, pengguna cukup memindai iris mata lewat alat bernama Orb. Setelahnya, mereka diberi identitas digital yang disebut WorldID, lalu mendapat imbalan berupa aset kripto.
Namun, apa yang terjadi di balik layar membuat pemerintah Indonesia bereaksi keras. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) langsung membekukan sementara izin operasional Worldcoin dan WorldID. Alasannya? Dugaan pelanggaran regulasi dan ancaman serius terhadap keamanan data pribadi.
Ternyata, Perusahaan Pengelolanya Tak Terdaftar Resmi
Salah satu alasan utama penghentian sementara ini adalah ketidaksesuaian legalitas. Di Indonesia, Worldcoin dioperasikan oleh PT. Terang Bulan Abadi—perusahaan yang tidak memiliki izin sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Yang lebih janggal, mereka justru menggunakan izin atas nama badan hukum lain: PT. Sandina Abadi Nusantara.
Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi bisa menjadi awal dari penyalahgunaan data berskala besar. Pakar digital dari Komdigi, Eko Wahyuanto, menyebut bahwa data biometrik adalah informasi sangat sensitif. Bila jatuh ke tangan yang salah, risikonya sangat besar: pencurian identitas, kejahatan keuangan, hingga penyebaran konten ilegal.
“Orang mungkin tergiur uang cepat. Tapi mereka tak sadar, data biometrik seperti iris mata bukan sesuatu yang bisa diubah seperti password. Sekali bocor, selamanya rawan,” ujar Eko.
Dilarang di Berbagai Negara, Dipertanyakan di Banyak Tempat
Indonesia bukan satu-satunya negara yang mengambil sikap waspada terhadap Worldcoin. Brasil menghentikan aktivitas proyek ini karena dinilai melanggar privasi massal. Kenya bahkan menuding adanya manipulasi ekonomi terhadap masyarakat demi mendapatkan persetujuan pengguna.
Di Eropa, investigasi tengah berjalan oleh badan perlindungan data di Jerman, Inggris, Prancis, dan bahkan Argentina. Mereka menyelidiki apakah Worldcoin patuh terhadap GDPR, regulasi privasi data paling ketat di dunia.
Pemerintah Ingatkan Warga: Jangan Tertipu “Gratisan” Digital
Komdigi mengimbau masyarakat untuk lebih kritis dan tidak mudah tergiur iming-iming uang tunai dari layanan digital yang tidak resmi. Dunia maya bukan tempat bermain-main, apalagi jika yang dipertaruhkan adalah identitas Anda sendiri.
“Sekarang mungkin Anda merasa diuntungkan. Tapi lima tahun ke depan, siapa yang tahu data biometrik Anda ada di tangan siapa?” tulis Komdigi dalam rilis resminya.
Mengutip pakar keamanan Bruce Schneier, perlindungan data pribadi tidak cukup hanya mengandalkan pemerintah. Kesadaran digital adalah tameng utama. Masyarakat harus mulai bertanya: aplikasi ini aman atau tidak? Legal atau tidak? Karena di era digital ini, seringkali yang terlihat gratis justru dibayar mahal dengan data pribadi. (***)