“Dunia kita sedang tidak baik-baik saja,” ucap Cak Imin mengawali pidatonya, mengaitkan momen Waisak dengan situasi global yang penuh ketegangan, ketidakpastian, dan prasangka. Sebuah pengantar yang tak biasa di tengah acara perayaan keagamaan.
PKBTalk24 | Jakarta – Di tengah semarak perayaan Waisak nasional yang digelar Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Gedung Nusantara IV DPR RI, suasana hening sejenak ketika Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar—akrab disapa Cak Imin—menaiki podium. Sorotan lampu dan perhatian ratusan peserta tertuju padanya. Namun bukan hanya karena jabatan politiknya, melainkan karena isi refleksi yang ia sampaikan: lugas, dalam, dan penuh renungan.
“Dunia kita sedang tidak baik-baik saja,” ucap Cak Imin mengawali pidatonya, mengaitkan momen Waisak dengan situasi global yang penuh ketegangan, ketidakpastian, dan prasangka. Sebuah pengantar yang tak biasa di tengah acara perayaan keagamaan.
Cak Imin tak ragu mengaitkan perayaan spiritual itu dengan realitas kebangsaan. Ia menyebut tiga akar kejahatan yang menurutnya menjadi penghambat utama Indonesia menjadi negara maju: keserakahan, kebencian, dan kebodohan.
“Sumber daya alam dan manusia kita terus tergerus oleh kerakusan. Bahkan karena salah urus, kekayaan kita justru mengalir ke negara lain,” ungkapnya.
Suaranya tenang, namun pesan yang disampaikan tajam dan menyentuh inti persoalan. Bukan hanya kritik, tapi juga ajakan merenung—mengingatkan bahwa kemajuan bangsa tak cukup hanya dengan pembangunan fisik, tetapi juga pembangunan nilai-nilai.
Di Tengah Teknologi dan Tantangan Zaman
Tak hanya berbicara soal kejahatan moral, Cak Imin juga menyentuh tantangan modern: kecerdasan buatan (AI). Ia menyebut kemajuan teknologi membawa kemudahan, namun sekaligus mengancam budaya dan cara berpikir manusia.
“AI memang memudahkan, tapi bisa membuat kita malas berpikir. Budaya kita bisa ketinggalan,” ujarnya.
Dalam konteks ini, Cak Imin menegaskan pentingnya nilai luhur agama sebagai fondasi. Nilai-nilai Buddha seperti cinta kasih, pelayanan, dan kesadaran menjadi penyeimbang arus perubahan zaman.
Refleksi Waisak, Refleksi Kebangsaan
“Berani dalam cinta, kita bersaudara untuk Indonesia.” Tema perayaan Waisak ini tak sekadar slogan. Bagi Cak Imin, itulah semangat yang perlu dihidupkan kembali dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ia mengajak semua pihak—terlepas dari agama, latar belakang, atau jabatan—untuk bahu-membahu melayani sesama. Bukan hanya slogan politik, tetapi sebagai laku kehidupan yang nyata: membantu yang lemah, hadir untuk yang kesulitan, dan menghadirkan rasa damai.
“Kita lahir di dunia ini untuk memberi cinta kepada sesama,” tuturnya, seraya mengajak agar semua orang, sesuai kapasitasnya, menjadi pelayan bagi rakyat.
Doa Penutup di Hari Waisak
Di akhir pidato, Cak Imin menyampaikan ucapan selamat Hari Raya Waisak 2025. Ia menutup dengan harapan yang menggetarkan hati:
“Semoga semua makhluk hidup di dunia ini berbahagia.”
Sebuah doa yang sederhana, namun sarat makna. Sebuah pidato yang bukan hanya refleksi keagamaan, tapi juga cermin wajah bangsa—yang tengah mencari jalan keluar dari kebencian, keserakahan, dan kebodohan. (AKH)