“Indonesia itu istilahnya macan tidur. Macan, tapi masih tidur. Lambat bangun,” ujar Ma’ruf Amin, yang juga mantan Wakil Presiden RI, dengan nada reflektif.
PKBTalk24 | Jakarta ~ Ekonomi syariah Indonesia ibarat macan besar yang masih tertidur. Potensinya luar biasa—dengan lebih dari 230 juta penduduk mayoritas muslim, seharusnya Indonesia sudah menjadi pemimpin global dalam ekonomi dan keuangan syariah.
Namun realitanya? Masih jauh panggang dari api. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Dewan Pengawas Syariah Manulife Syariah Indonesia, KH Ma’ruf Amin, dalam Media Briefing bertajuk Peran Manulife Syariah Indonesia dalam Ekosistem Keuangan Syariah, Selasa (27/5/2025).
“Indonesia itu istilahnya macan tidur. Macan, tapi masih tidur. Lambat bangun,” ujar Ma’ruf Amin, yang juga mantan Wakil Presiden RI, dengan nada reflektif.
Fokus Terlalu Lama di Label, Lupa Produksi
Selama bertahun-tahun, Indonesia lebih sibuk mengurus sertifikasi halal, ketimbang mengembangkan industri halal itu sendiri. Hasilnya, Indonesia memang jadi rujukan dunia untuk urusan kehalalan produk—setidaknya 50 negara di dunia meminta pengakuan halal dari Indonesia. Tapi soal menjadi produsen utama produk halal? Masih ketinggalan jauh.
“Baru belakangan kita sadar bahwa industri halal itu potensi bisnisnya besar. Oleh karena itu baru sekarang kita genjot,” kata Ma’ruf Amin.
Langkah serius pun mulai dilakukan sejak 2020, ketika Indonesia menyatakan diri ingin menjadi pusat keuangan syariah dunia sekaligus produsen halal terbesar global. Namun jalan ke sana tak mudah.
Malaysia Lebih Dulu, Tapi Indonesia Bisa Menyalip
Presiden Direktur Manulife Syariah Indonesia, Fauzi Arfan, menjelaskan bahwa secara tren, keuangan syariah di Indonesia memang terus naik. Tapi jika dibandingkan dengan Malaysia, kita masih kalah start.
“Mereka lebih sadar lebih dulu soal spin off. Perbankan syariah mereka lebih cepat mandiri, jadi ya sekarang mereka lebih besar,” ujar Fauzi.
Namun, ia tetap optimistis. Dengan populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki pasar domestik yang sangat kuat. Kuncinya adalah inovasi dan keberanian membentuk badan usaha sendiri, bukan sekadar unit usaha syariah dari lembaga konvensional.
“Produk harus dibuat fleksibel, mudah diakses, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Itu yang akan jadi pemicu utama pertumbuhan,” jelasnya.
Tumbuhnya Kepercayaan Diri Industri Syariah
Langkah konkret sudah mulai terlihat. Manulife Indonesia, lewat lini syariahnya, mencatat pertumbuhan yang sangat positif. Pada 2024, laba bersih konsolidasian mereka mencapai Rp 1,5 triliun, naik 50% dari tahun sebelumnya. Total pendapatan premi menembus Rp 10,5 triliun, naik 6% YoY—melampaui pertumbuhan rata-rata industri yang hanya 4,3%.
Bahkan nilai Annualized Premium Equivalent (APE) mereka pada 2024 menyentuh Rp 2,5 triliun, naik 12%.
Ini bukan sekadar angka, melainkan sinyal bahwa keuangan syariah mulai diterima pasar secara lebih luas—terutama bila dikelola profesional dan inovatif.
Momentum Kebangkitan
Tahun 2025 bisa jadi titik balik. Dengan dukungan regulasi, kepemimpinan yang visioner, dan peran aktif pelaku industri seperti Manulife Syariah Indonesia, “macan tidur” ekonomi syariah bisa benar-benar bangkit.
Yang dibutuhkan sekarang bukan hanya niat, tapi eksekusi—meluncurkan produk syariah yang kompetitif, digitalisasi layanan, memperluas literasi keuangan syariah, dan tentu saja dukungan penuh dari pemerintah.
Jika semua itu terjadi, bukan tidak mungkin Indonesia akan menyalip Malaysia dalam waktu dekat, dan menjadi kekuatan utama ekonomi syariah dunia. Dan saat itu tiba, barulah sang macan bangun. Bukan sekadar mengaum, tapi benar-benar berlari cepat di panggung global. (AKH)