“Yang ramai di masyarakat soal barang sitaan—uangnya ke mana? Harusnya itu dikembalikan ke negara untuk memperkuat perekonomian kita. Yang saya ingin tahu, sudah berapa sebenarnya uang negara yang berhasil diselamatkan?” ujar Hasbiallah dalam rapat di Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/5/2025).
PKBTalk24 | Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKB, Hasbiallah Ilyas, melontarkan kritik tajam terhadap Kejaksaan Agung terkait proses penghitungan aset dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan timah.
Dalam rapat kerja dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), ia mempertanyakan transparansi dan akurasi klaim kerugian negara yang disebut-sebut mencapai Rp300 triliun.
“Yang ramai di masyarakat soal barang sitaan—uangnya ke mana? Itu seharusnya kembali ke negara untuk memperkuat perekonomian. Saya ingin tahu, sudah berapa sebenarnya uang negara yang berhasil diselamatkan?” ujar Hasbiallah saat menyampaikan intervensinya di ruang rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta.
Ada ketidaksesuaian data
Hasbiallah juga menyoroti ketidaksesuaian data antara penghitungan kerugian yang disampaikan Kejaksaan Agung dan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ia mengingatkan agar Kejaksaan tidak mengabaikan peran auditor resmi dalam proses verifikasi aset.
“Kalau bicara kerusakan lingkungan dan dampak lainnya, kita harus menghitungnya secara adil. Jangan karena pelakunya terlibat korupsi, lalu kita sembarangan menaksir kerugiannya. Ini soal penegakan hukum, dan hukum harus berjalan secara jujur dan objektif,” tegasnya.
Ia juga memperingatkan Kejaksaan agar tidak menjadikan penanganan perkara hukum sebagai ajang pencitraan. Menurutnya, aparat penegak hukum wajib menjunjung tinggi prinsip keadilan, bukan sekadar mencari tepuk tangan publik.
“Jangan hanya ingin terlihat hebat, lalu mengklaim bahwa semua kasus berhasil menyelamatkan uang besar. Kita apresiasi kerja keras Kejaksaan, tapi hukum tidak boleh dikorbankan demi popularitas,” tambah Hasbiallah.
Jampidsus klaim tidak cari popularitas
Menanggapi kritik tersebut, Jampidsus Febrie Adriansyah menegaskan bahwa timnya tidak pernah mengejar ketenaran dalam menangani kasus. Ia menjelaskan bahwa angka kerugian negara yang sempat dipublikasikan masih bersifat estimasi awal dari penyidik.
“Itu baru angka sementara. Auditor resmi, seperti BPK, yang akan menetapkan nilai akhir kerugian negara,” jelas Febrie.
Ia lalu mencontohkan kasus lain seperti korupsi di Pertamina yang hingga kini masih menunggu penghitungan resmi bersama BPK. Menurutnya, perbedaan pandangan antara penyidik dan auditor merupakan hal yang wajar dalam proses hukum.
“Sudut pandang kami sebagai penyidik tentu berbeda dengan auditor. Tapi kami berharap hasil finalnya bisa segera keluar,” pungkasnya. (AKH)
Iya ya, kemana tuh uang sitaan yg didapat
dari koruptor.