UMKM adalah benteng ekonomi rakyat. Jika mereka terpinggirkan, bukan hanya angka pengangguran yang meningkat, tetapi juga stabilitas sosial yang akan terguncang.
__________
Oleh: H. Tri Waluyo, S.H. | Anggota Komisi C, FPKB DPRD DKI Jakarta | Ketua DPW Gerbang Tani DKI Jakarta.
PKBTalk24 | Jakarta ~ Kisruh kenaikan biaya sewa kios di District Blok M beberapa waktu lalu kembali membuka mata kita, betapa rentannya keberlangsungan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Jakarta. Lonjakan tarif yang melampaui batas wajar telah memaksa sejumlah pedagang menutup kios dan angkat kaki. Padahal, geliat UMKM adalah denyut nadi perekonomian Ibu Kota, yang seharusnya dilindungi, bukan justru terbebani.
Berdasarkan data Dinas PPKUKM DKI Jakarta tahun 2024, terdapat 1,2 juta unit UMKM aktif di Jakarta. Jumlah ini menyerap lebih dari 3 juta tenaga kerja. Kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jakarta pun signifikan, yakni sekitar 14,5%, dengan dominasi sektor perdagangan, kuliner, dan jasa.
Di tengah ketidakpastian global dan perlambatan investasi besar, UMKM justru menjadi penopang stabilitas ekonomi daerah. Mereka bukan sekadar entitas bisnis kecil, melainkan penyangga lapangan kerja, pemerataan ekonomi, dan ketahanan sosial masyarakat Jakarta.
Kasus Blok M: Cermin Masalah Struktural
Lonjakan tarif sewa kios di Blok M tidak berdiri sendiri. Ia mencerminkan persoalan struktural yang selama ini membayangi UMKM.
Pertama, Beban biaya tinggi (sewa, listrik, air, pajak) yang tidak seimbang dengan kapasitas modal UMKM. Kedua, Kebijakan pengelolaan ruang usaha yang masih berpihak pada kepentingan jangka pendek, lebih mementingkan profit ketimbang keberlanjutan pelaku kecil. Ketiga, Minimnya intervensi regulasi yang secara konsisten membatasi praktik monopoli sewa ruang usaha.
Jika pola ini dibiarkan, maka urbanisasi ekonomi Jakarta hanya akan melahirkan “ekonomi menara kaca” – megah di permukaan, tetapi rapuh di akar.
Sebagai wakil rakyat di Komisi C DPRD DKI Jakarta, saya memandang bahwa kasus Blok M harus menjadi momentum evaluasi total dalam tata kelola ruang usaha. Ada beberapa langkah strategis yang perlu segera dilakukan:
- Regulasi Tarif Sewa yang Adil: Pemerintah bersama BUMD harus memastikan adanya batas bawah dan batas atas sewa kios yang benar-benar ditegakkan.
- Subsidi atau Insentif Khusus bagi UMKM: Misalnya melalui pengurangan pajak, pembebasan sewa sementara, atau subsidi listrik.
- Revitalisasi Pusat UMKM: Plaza 2 Blok M yang kini dikelola MRT Jakarta harusnya bisa menjadi contoh, dengan fasilitas nyaman, AC, dan sewa terjangkau. Namun untuk itu perlu ada penguatan kebijakan dan regulasi dari Pemprov DKI yang lebih berpihak kepada UMKM.
- Transparansi Kerja Sama: Perlu audit independen terhadap skema kerja sama pengelolaan ruang usaha yang melibatkan koperasi atau swasta, agar tidak ada lagi praktik pungutan di luar kesepakatan.
Menjaga Mikro Ekonomi Jakarta
Jakarta tidak bisa hanya mengejar simbol-simbol modernitas kota global, sementara lapisan dasar ekonominya dibiarkan rapuh. UMKM adalah benteng ekonomi rakyat. Jika mereka terpinggirkan, bukan hanya angka pengangguran yang meningkat, tetapi juga stabilitas sosial yang akan terguncang.
Maka, membela UMKM berarti membela masa depan Jakarta. Kasus Blok M seharusnya menjadi pengingat bahwa keberpihakan bukanlah jargon, melainkan tindakan nyata. Semoga.
________
Catatan : Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis sebagai Anggota Komisi C FPKB DPRD DKI Jakarta.