Terowongan ini memiliki panjang 34 meter, kedalaman 6 meter, dan luas 218 meter persegi. Tapi lebih dari angka-angka itu, yang terbangun adalah jembatan simbolik: sebuah lorong kecil yang membawa pesan besar tentang persaudaraan anak bangsa.
Oleh : Ahmad Kholil | Redaktur PKBTalk24
PKBTalk24 | Jakarta – Desember 2024 (12/12) lalu, di tengah hiruk pikuk Jakarta yang sibuk dan tak pernah tidur, sebuah ruang sunyi namun penuh makna kini hadir di bawah tanah. Terowongan Silaturahmi, yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta, diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto—menjadi simbol konkret dari persaudaraan dan toleransi antarumat beragama di Indonesia.
“Ini bukan sekadar terowongan. Ini jembatan hati, simbol persatuan dalam keberagaman,” ujar Presiden Prabowo dalam sambutannya, disambut tepuk tangan hangat para undangan yang hadir di peresmian, Kamis (12/12/2024).
Dari Dua Rumah Ibadah, Mengalir Semangat Persatuan
Tak jauh dari pelataran Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang berdiri megah berdampingan, kini terdapat akses bawah tanah yang menyatukan keduanya.
Terowongan ini memiliki panjang 34 meter, kedalaman 6 meter, dan luas 218 meter persegi. Tapi lebih dari angka-angka itu, yang terbangun adalah jembatan simbolik: sebuah lorong kecil yang membawa pesan besar tentang persaudaraan anak bangsa.
“Indonesia adalah negara paling majemuk di dunia,” ujar Prabowo. “Dengan 714 suku bangsa, ribuan kelompok etnis, agama, budaya, dan adat istiadat yang berbeda. Tapi justru dalam keberagaman itulah kekuatan kita.”
Sebuah Janji dari Masa Lalu, Wujud Hari Ini
Pembangunan Terowongan Silaturahmi merupakan realisasi dari arahan Presiden Joko Widodo pada tahun 2020. Kala itu, Presiden Jokowi berharap hubungan harmonis antara dua rumah ibadah terbesar di Indonesia ini dapat diperkuat secara fisik dan simbolik.
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, ketika itu menjelaskan bahwa sejak lama Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral telah menjadi contoh nyata toleransi. “Dengan adanya terowongan ini, jemaah kedua tempat ibadah bisa saling terhubung, baik secara fisik maupun batin. Ini bukan hanya soal akses, tapi juga tentang kedekatan hati.”
Bukan hanya lorong pejalan kaki, Terowongan Silaturahmi juga menjadi ruang kontemplasi. Di dalamnya, berdiri instalasi seni karya maestro Sunaryo, berjudul “Wat Hati” atau “Jembatan Hati”. Sebuah karya yang terpilih dari kompetisi nasional, mengajak setiap orang yang melintasi terowongan ini untuk berhenti sejenak—merenung tentang pentingnya memahami dan menghargai perbedaan.
Tak hanya itu, lorong ini juga dilengkapi galeri dan diorama sejarah hubungan harmonis antarumat beragama di Indonesia, menjadikannya bukan hanya sarana lintas tempat, tetapi juga lintas kesadaran.
Kenyamanan Bersama
Dengan anggaran Rp39 miliar, proyek ini juga membangun area parkir bersama berkapasitas 1.000 kendaraan—sebuah solusi cerdas untuk mengatasi kepadatan saat hari besar keagamaan di dua tempat ibadah tersebut. Jemaah kini bisa beribadah tanpa mengganggu arus lalu lintas di sekitar Lapangan Banteng.
Terowongan ini mungkin hanya sepanjang 34 meter, namun setiap langkah yang diambil di dalamnya adalah pernyataan komitmen: bahwa Indonesia tetap bersatu meski berbeda. Ia menjadi contoh nyata bahwa kedamaian dan harmoni bukan utopia, tapi bisa dibangun—seperti lorong ini, perlahan tapi pasti.
Di tengah maraknya isu intoleransi dan polarisasi, Terowongan Silaturahmi hadir sebagai pesan yang sederhana namun kuat: perbedaan bukan alasan untuk berpisah, melainkan alasan untuk saling mendekat. (AKH)