Pilihan politik kaum santri di Jatim, khususnya pengikut NU, cenderung bervariasi. PKB menjadi juara pertama, mengumpulkan 29,4% dukungan dari 69,4% warga NU Jatim yang memiliki hak pilih.
PKBTalk24, Jakarta ~ Puncak peringatan Hari Santri Nasional (HSN) diperingari oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan menggelar Jalan Santai di Surabaya Jawa Timur (Jatim), MInggu (22/10/2023). Jutaan warga NU Jatim pun tumpah ruah turun ke jalan memperingati momen isgtimewa tersebut.
Hari Santri Nasional (HSN), sebagai momen bersejarah diperingati oleh berbagai kalangan. Santri sebagaimana lazimnya adalah mereka yang memiliki kedekatan secara kultural sebagai warga NU atau nahdliyin.
Mereka umumnya, merupakan santri yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren-presantren, meski ada banyak yang sudah lulus dari pesantren pun, tetapi masih kerap menganggap diri sebagai kaum santri..
Keberadaan nahdliyin yang umumnya terdiri dari kaum santri ini, menjadi magnet bagi banyak kalangan. Terutama di setiap musim politik. Karena itu, tak mengherankan jika banyak survei dilakukan untuk meng-cupture ke mana arah aspirasi politik warga NU ini.
Salah sataunya adalah Litbang TIMES Indonesia (LTI), yang juga tertarik dan melakukan survei untuk mengetahui gambaran umum peta dukungan warga NU di Jatim pada kontestasi Pemilu 2024 nanti.
LTI merupakan bagian dari media online TIMES Indonesia yang secara periodik melakukan riset-riset politik, sosial, market, teknologi, dan produk. Riset tidak hanya di tingkat regional, tapi juga nasional.
Untuk surveinya ini, LTI melibatkan berbagai ahli di bidangnya sebagai konsultan dan dewan pakar. Mereka berasal dari lembaga riset nasional dan pakar dari sejumlah perguruan tinggi ternama baik negeri (PTN) maupun swasta (PTS).
Menggunakan metode multistage random sampling, riset ini mengambil sampel dari 880 warga Jatim yang telah berusia minimal 17 tahun.
“Setiap individu dalam populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih dengan metode pengambilan data wawancara tatap muka langsung,” kata Ferry Agusta, peneliti dari Litbang TIMES Indonesia, sebagaimana dilansir oleh timesindonesia.co.id (Jumat, 27/10/2023).
NU 69,4 Persen, Muhammadiyah 2,4 Persen
Menurut Survei oleh LTI, Jawa Timur yang merupakan provinsi dengan populasi mayoritas Muslim, menunjukkan peta politik yang khas. Berdasarkan data riset Litbang TIMES Indonesia, 69,4% warga Jatim mengidentifikasi diri sebagai pengikut Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Sementara itu, Muhammadiyah dan kelompok non ormas masing-masing menyumbang 2,4% dan 28,3% dari populasi Muslim.
Sementara, pilihan politik kaum santri di Jatim, khususnya pengikut NU, cenderung bervariasi. PKB menjadi juara pertama, mengumpulkan 29,4% dukungan dari 69,4% warga NU Jatim yang memiliki hak pilih.
“Sepertinya alasan di balik ini cukup jelas: PKB memiliki akar kuat dengan NU di Jatim, yang menjadikannya pilihan alami bagi banyak santri,” kata Ferry Agusta, peneliti Litbang TIMES Indonesia, Senin (23/102023).
Tempat kedua disusul PDIP juga mendapat bagian yang signifikan dari suara NU, yakni dengan 18,0%. Ini juga menunjukkan bahwa sejumlah besar pemilih NU merasa bahwa partai ini sesuai dengan nilai dan kepentingan mereka.
Sebaliknya, pilihan politik anggota Muhammadiyah terutama didominasi oleh PKS dan PAN, masing-masing dengan 26,3% dari 2,4% warga Muhammadiyah di Jatim yang punya hak pilih.
Namun, apa yang benar-benar menarik adalah bagaimana suara tersebar di kalangan Muslim non Ormas. Data menunjukkan distribusi yang lebih merata di antara partai-partai, dengan PKB dan PDIP masing-masing menerima 15,5% suara, diikuti oleh berbagai partai lain dengan persentase lebih rendah.
“Ini menunjukkan bahwa kelompok ini memiliki keragaman politik yang lebih luas dan mungkin lebih terbuka terhadap berbagai opsi politik,” tambah Ferry.
Elektabilitas Parpol: PKB Tertinggi
Selanjutnya, jika dilihat lebih detail, elektabilitas parpol di Jatim, data riset Litbang TIMES Indonesia menunjukkan PKB tertinggi di Jawa Timur sebesar 24,75%, disusul PDIP 17%.
Sementara elektabilitasi Gerindra, Golkar, dan Demokrat berada pada kisaran 4-5%. Sedangkan parpol lainnya seperti PPP, Nasdem, PAN, dan PKS masih di angka 1,25 hingga 2,6 persen.
Tingginya pemilih PKB dan PDIP di Jawa Timur tidak dapat dilepaskan dari struktur masyarakatnya. Menurut Ferry, jika merujuk pada penelitian Clifford Geertz, masyarakat Jawa terbagi atas golongan santri, abangan dan priyayi.
Merujuk pada hasil riset, 69,4% warga Jatim mengidentifikasi diri sebagai pengikut NU yang notabene golongan santri. Selanjutnya, mereka mengidentifikasikan lagi parpol yang relate dengan NU adalah PKB.
“Meskipun 69 persen yang menyatakan diri pengikut NU tidak otomatis masuk ke PKB,” kata Ferry.
Pendukung PDIP Jatim dari kelompok Abangan
Sedangkan PDIP yang dukungannya juga tinggi, mendapat porsi pemilih dari kalangan NU dan kelompok abangan. “Abangan juga mendominasi struktur masyarakat yang ada di Jawa, dan itu yang kita yakini relate terhadap proyeksi di Jawa Timur dengan PDIP yang merepresentasikan golongan abangan,” jelasnya.
Basis Ekonomi Warga Jatim
Dalam menganalisis data ini, penting juga untuk mempertimbangkan konteks sosio-ekonomi. Dengan basis ekonomi yang cenderung menengah ke bawah, pilihan politik kaum santri di Jatim mungkin juga dipengaruhi oleh isu-isu seperti kesejahteraan sosial, pendidikan, dan ekonomi.
Secara keseluruhan, pilihan politik kaum santri di Jatim mencerminkan sebuah tapestry yang kaya dan bervariasi dari afiliasi organisasi Islam, orientasi politik, dan kepentingan ekonomi.
Analisis ini mengungkapkan dinamika kompleks yang mempengaruhi pilihan politik mereka, dan bagaimana partai-partai politik di Jatim memenuhi atau mencoba memenuhi kepentingan dan nilai-nilai dari berbagai kelompok santri.
Dalam konteks ini, kemampuan partai politik untuk meresonansi dengan nilai, kepentingan, dan isu-isu yang dihadapi oleh kaum santri menjadi kunci dalam meraih dukungan. NU, dengan basis massa yang solid di Jatim, menjadi arena kontestasi politik yang signifikan.
“Partai yang berhasil merangkul NU dan nilai-nilainya cenderung mendapatkan keuntungan substansial dalam perebutan suara,” tandas editor senior TIMES Indonesia ini.
Peta dukungan politik Muhammadiyah dan non-ormas
Adapun kelompok Muhammadiyah dan non ormas, pilihan politik mereka mencerminkan keragaman dan kompleksitas pandangan serta aspirasi dalam masyarakat. PKS dan PAN tampaknya berhasil meraih hati pemilih Muhammadiyah dengan platform dan orientasi mereka yang lebih konservatif.
Sementara itu, kelompok non ormas, dengan distribusi suara yang lebih merata. Itu menunjukkan pola pilihan yang lebih heterogen.
Tidak dapat diabaikan juga bagaimana faktor ekonomi mempengaruhi pilihan politik. Kaum santri, yang banyak berasal dari latar belakang ekonomi menengah ke bawah, cenderung memilih partai yang mereka percaya akan memberikan perhatian pada isu-isu seperti kesejahteraan sosial, pekerjaan, dan pendidikan.
Kesimpulannya, pilihan politik kaum santri di Jatim adalah cerminan dari keragaman dan kompleksitas sosial, ekonomi, dan keagamaan provinsi ini.
Analisis ini dapat memberikan pandangan yang lebih nuansed dan berimbang mengenai dinamika politik Jatim, serta menjadi referensi dalam memahami dan merespons aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam konteks politik dan kebijakan publik. (*)