Jakarta menempati urutan ke-3 sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Apa yang bisa kita lakukan?
PKBTalk24, Jakarta ~ Meski Jakarta makin macet, pengap, dan terpolusi, rasanya sulit bagi kita untuk meninggalkan ibukota tercinta ini. Karena itu, kalau ingin bertahan di ibukota Republik Indonesia yang tersayang ini, kita perlu melakukan sesuatu untuk membuat udara kota Jakarta lebih sehat bagi kita maupun anak cucu kita.
Mengandalkan pemerintah saja tidak cukup. Bersama-sama akan ditemukan solusi secara lebih cepat dan lebih sempurna.
Tapi sebelum bertindak, perlu kita ketahui dulu apa saja yang membuat Jakarta menjadi kota yang tidak sehat. Beberapa fakta – yang mungkin Anda sadari secara samar-samar – telah dipaparkan secara gamblang oleh para ahli dalam Green Festival 2010 yang bertema Solusi untuk Bumi dan diselenggarakan di Parkir Timur Senayan, awal November lalu.
Stop Volume Kendaraan Bermotor
Pertumbuhan jumlah kendaraan di DKI Jakarta mencapai 10,9% per tahun. Dengan laju pertumbuhan setinggi ini, jumlah kendaraan di Jakarta saat ini (2010) telah mencapai 11.362.396 unit (Polda Metro Jaya, Agustus 2010) terdiri dari 8.244.346 unit kendaraan roda dua dan 3.118.050 unit kendaraan roda empat, jauh melampaui jumlah penduduk Jakarta yang hanya 9.558.198 jiwa.
Kemacetan diperparah karena panjang jalan di Jakarta hanya sekitar 7.650 kilometer untuk luas 40,1 kilometer persegi, atau hanya 6,26% dari luas wilayahnya. Padahal, perbandingan ideal antara prasarana jalan dan luas wilayah adalah 14%. Berarti, Jakarta harus membangun sedikitnya, dua kali lebih banyak jalan dari sekarang. Mungkinkah?
Sudah begitu, sebagian besar kendaraan bermotor ini menghasilkan emisi gas buang yang buruk, karena para pemilik kendaraan tidak memberikan perawatan yang memadai atau menggunakan bahan bakar berkualias kurang baik. Sementara laporan World Bank (2009) menyatakan bahwa 70% sumber pencemar udara berasal dari emisi gas buang kendaraan bermotor.
Bisa dimengerti mengapa kemacetan makin sulit diatasi dan pencemaran udara semakin meningkat.
Apa yang harus dilakukan ?
- Batasi kepemilikan kendaraan pribadi untuk menekan efek negatif polusi yang ditimbulkan.
- Lebih disiplin melakukan uji emisi untuk mengetahui kadar partikel dan karbon kendaraan bermotor mesin bensin. Ini berlaku untuk mobil pribadi maupun angkutan umum.
- Berikan sanksi tegas jika ada emisi yang melebihi ambang batas.
- Berbesar hati jika dalam waktu dekat ini pemerintah DKI Jakarta menerapkan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar, di ruas jalan yang sebelumnya diberlakukan sistem 3 in 1.
- Perbaiki fasilitas angkutan umum agar para pengguna kendaraan pribadi tidak segan beralih ke kendaraan umum.
Risiko kanker darah setelah timbal diganti
Tahun 1996, Jakarta telah dinyatakan sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia setelah Mexico City (Meksiko) dan Bangkok (Thailand). Gara-gara pernyataan WHO ini, dilakukan upaya pembebasan Indonesia dari bensin bertimbal dimulai dengan pencanangan Program Langit Biru oleh Presiden Soeharto pada tahun 1996, setelah Indonesia menghadiri pertemuan puncak Earth Summit di Rio de Janeiro, Brasil. Lewat Program Langit Biru, sejak 2001, Jakarta dan sekitarnya dinyatakan bebas bensin bertimbal, disusul kota-kota besar lain di seluruh Indonesia (2006).
Namun, berdasarkan hasil penelitian Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (PPK UI), setelah sekian tahun program pembebasan bensin bertimbal berjalan, diketahui kualitas udara di Jakarta masih sangat buruk, karena BBM kita mengandung senyawa berbahaya pengganti timbal (senyawa aromatik, senyawa oksigenat, senyawa olevin, dan senyawa isomerat). Dalam kurun waktu 5 sampai 30 tahun, senyawa pengganti timbal ini dapat menyebabkan kanker darah (leukemia).
Menurut Budi Haryanto, Peneliti dari PPK UI, paparan senyawa aromatik di udara Jakarta sangat berbahaya karena merupakan senyawa yang bersifat genotoxic carcinogen. Artinya, tidak ada batas aman untuk terkena risiko kanker. Penggunaan senyawa pengganti timbal ini seharusnya diikuti dengan pemasangan catalyctic converter pada knalpot kendaraan yang berfungsi menyaring zat-zat beracun hasil pembakaran senyawa aromatik.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di negara-negara Eropa, diketahui bahwa kebocoran pengisian bahan bakar tanpa timbal sebanyak 12 persen saja sudah bisa menimbulkan risiko kanker. Apalagi, pengguna jalan di kota metropolitan setiap hari menghirup udara beracun dari senyawa aromatik yang tidak melalui proses penyaringan.
Apa yang harus dilakukan ?
- Pemerintah, produsen dan pemasok mobil. Para produsen dan pemasok mobil di Indonesia, harus lebih bertanggungjawab terhadap kesehatan lingkungan, dengan memasang catalytic converter pada knalpot kendaraan mobil maupun sepeda motor yang mereka jual kepada konsumennya, agar bisa lebih ramah terhadap lingkungan.
- Pemda, LSM, kita. Galakkan kampanye hidup sehat bebas udara beracun di jalan raya, antara lain dengan mewajibkan penggunaan masker setiap kali berkendara atau beraktivitas di luar rumah.
Diketahui bahwa kebocoran pengisian bahan bakar tanpa timbal sebanyak 12 persen saja sudah bisa menimbulkan risiko kanker. Apalagi, pengguna jalan di kota metropolitan setiap hari menghirup udara beracun dari senyawa aromatik yang tidak melalui proses penyaringan.
64 Hari Berudara Sehat per tahun
Survei Bank Dunia (2004) terhadap 111 kota di dunia, menempatkan Jakarta pada peringkat ke-9 sebagai kota dengan kadar partikel debu dalam udara terbanyak (104 mirkogram per meter kubik) versus Uni Eropa yang menetapkan angka 50 mikrogram per meter kubik sebagai ambang batas tertinggi kadar partikel debu dalam udara.
Studi oleh Universitas Harvard menunjukkan 50.000 sampai 100.000 kematian per tahun karena pengaruh buruk polusi udara bagi kesehatan, terutama paru-paru. Sementara hasil penelitian Shakira Franco Suglia, juga dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Harvard, Boston, AS, terhadap 202 anak berusia 8 hingga 11 tahun, mengungkapkan bahwa polusi udara juga dapat mengakibatkan penurunan IQ pada anak.
Hasil survei Bank Dunia (2004) in ternyata tidak jauh berbeda dengan apa yang ditemukan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Lewat pemantauan Air Quality Monitoring System (AQMS) yang tersebar di lima titik di wilayah Jakarta: jumlah hari dengan kualitas udara buruk di Jakarta terus meningkat setiap tahunnya.
Tahun 2002, dalam setahun Jakarta dinyatakan sehat hanya selama 22 hari; tahun 2003 turun jadi 18 hari; tahun 2005, hari sehat udara membaik menjadi 20 hari. Namun, setelah Pemerintah Daerah mengoprasikan busway (2006), jumlah hari dengan kualitas udara sehat di Jakarta meningkat menjadi 64 hari dalam setahun.
Apa yang harus dilakukan ?
- Pemda, LSM dan kita. Giatkan program kampanye cinta lingkungan seperti, Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau “Car Free Day” (CFD) untuk membantu mengurangi tingkat polusi di kota. Perluas penerapannya, keluar jalan protokol, Patung Pemuda Jalan Sudirman sampai Patung Arjuna Jalan M.H Thamrin. Juga perpanjang jam berlakunya dan frekuensinya. Jangan terbatas pada pukul 06.00 WIB sampai pukul 10.00 WIB, dan hanya sebulan sekali.
- Pemda. Kembalikan fungsi ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH), perluas hingga seluas 30 persen dari total wilayah kota agar mampu menyerap sumber polutan demi meningkatkan kualitas udara; tidak seperti Jakarta saat ini, yang hanya memiliki sekitar 9% RTH,