“Sebagai bahan renungan bagi pihak eksekutif, kami mencatat bahwa jawaban Pak Gubernur belum menyentuh sama sekali soal madrasah dan pesantren. Padahal, ini menjadi salah satu isu utama dalam pandangan umum FPKB,” kata Fuadi.
PKBTalk24 | Jakarta ~ Ketegangan sempat mewarnai Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta, Selasa (27/5), saat Ketua Fraksi PKB, M. Fuadi Luthfi, melakukan interupsi keras tak lama setelah Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menanggapi pandangan umum fraksi-fraksi terhadap tiga Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda), salah satunya Ranperda Penyelenggaraan Pendidikan.
Dengan nada lantang, Fuadi menyuarakan kekecewaannya. Ia merasa jawaban Gubernur tak menyentuh substansi utama yang menjadi perhatian serius FPKB: perlakuan adil bagi madrasah dan pondok pesantren dalam sistem pendidikan di Ibu Kota.
“Interupsi pimpinan, interupsi pimpinan!” seru Fuadi, memotong jalannya sidang usai Gubernur menutup pidatonya.
Setelah dipersilakan bicara oleh pimpinan sidang, Fuadi langsung menyampaikan protesnya. Menurutnya, tidak ada satu pun bagian dalam tanggapan Gubernur yang membahas keadilan bagi lembaga pendidikan berbasis keislaman.
“Sebagai bahan renungan bagi pihak eksekutif, kami mencatat bahwa jawaban Pak Gubernur belum menyentuh sama sekali soal madrasah dan pesantren. Padahal, ini menjadi salah satu isu utama dalam pandangan umum FPKB,” kata Fuadi.
Sikap ini menegaskan konsistensi Fraksi PKB dalam mendorong pendidikan yang inklusif dan setara bagi semua warga, termasuk santri dan siswa madrasah yang selama ini masih kerap terpinggirkan dari perhatian kebijakan daerah.
Madrasah dan Pesantren Harus Mendapat Perhatian yang Sama
Sehari sebelumnya, dalam Rapat Paripurna, Anggota FPKB DPRD DKI Jakarta, Uwais El Qoroni, telah menyuarakan sikap resmi fraksi terhadap Ranperda Penyelenggaraan Pendidikan. Ia mendesak agar siswa madrasah diniyah, MI, MTs, MA, serta para santri di pondok pesantren mendapatkan akses pendidikan yang gratis, bermutu, dan setara dengan sekolah-sekolah negeri lainnya.
“Mereka juga berhak atas guru berkualitas, fasilitas seperti laboratorium yang layak, serta kurikulum yang modern dan kompetitif,” tegas Uwais.
Menurut Uwais, selama ini banyak anak-anak dari keluarga kurang mampu yang justru lebih memilih madrasah dan pesantren. Maka, negara—dalam hal ini Pemerintah Provinsi—tidak boleh membiarkan lembaga-lembaga tersebut berkembang sendiri tanpa dukungan nyata.
Pesan FPKB: Pendidikan Bukan Hanya untuk Sekolah Umum
Interupsi yang dilakukan Fuadi bukan tanpa alasan. Bagi FPKB, perjuangan untuk keadilan pendidikan tidak bisa ditawar-tawar. Di tengah dominasi perhatian terhadap sekolah umum, FPKB mengingatkan bahwa Jakarta juga memiliki wajah keagamaan dan tradisi pendidikan Islam yang harus dilindungi.
“Kami tak ingin pesantren dan madrasah terus-menerus jadi anak tiri. Kalau kita bicara pendidikan yang adil dan berkualitas, maka semuanya harus disertakan, tidak boleh diskriminatif,” tegas Fuadi dalam penutup interupsinya.
Interupsi ini menjadi catatan penting dalam pembahasan Ranperda Penyelenggaraan Pendidikan, sekaligus menunjukkan bahwa Fraksi PKB tidak segan bersuara keras demi kepentingan pendidikan umat yang lebih adil dan merata di Jakarta. (AKH)