“Kesehatan masyarakat harus menjadi prioritas utama. Jangan sampai warga yang memiliki riwayat gangguan pernapasan, seperti ISPA, justru makin terdampak akibat polusi udara dari fasilitas RDF,” tegas Tri Waluyo kepada wartawan di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
PKBTalk24 | Jakarta ~ Kontroversi pengoperasian fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) Rorotan, Jakarta Utara, kembali mencuat. Penolakan warga akibat bau dan asap saat uji coba membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menunda peresmian fasilitas pengolah sampah modern itu. Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), H. Tri Waluyo, S.H., angkat bicara dan meminta pemerintah tidak tergesa-gesa sebelum semua persoalan teknis dan sosial di lapangan benar-benar tuntas.
“Kesehatan masyarakat harus menjadi prioritas utama. Jangan sampai warga yang memiliki riwayat gangguan pernapasan, seperti ISPA, justru makin terdampak akibat polusi udara dari fasilitas RDF,” tegas Tri Waluyo kepada wartawan di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Minta Akar Masalah Bau dan Asap Diusut
Menurut Tri, penundaan RDF Rorotan harus dijadikan momentum evaluasi menyeluruh. Permasalahan bau dan asap yang dikeluhkan warga mesti ditelusuri hingga ke akar penyebabnya.
“Kalau memang ada kesalahan teknis dalam pengelolaan limbah atau sistem penyaringan gas buang belum optimal, harus segera diperbaiki. Jangan sampai proyek strategis ini kehilangan kepercayaan publik,” ujarnya.
Tri menilai, keberhasilan RDF Rorotan tidak hanya diukur dari teknologi modern yang digunakan, tetapi juga dari partisipasi dan penerimaan masyarakat sekitar.
Masyarakat Harus Dilibatkan dan Diedukasi
Lebih lanjut, politisi PKB asal Dapil 3, Jakarta Utara ini menekankan pentingnya edukasi publik. Menurutnya, masyarakat perlu mendapatkan pemahaman tentang mekanisme kerja RDF, mulai dari pemilahan sampah organik dan anorganik di tingkat rumah tangga, hingga proses pengolahan menjadi bahan bakar alternatif.
“Kalau RDF mau berjalan efektif, warga harus difasilitasi sarana pemilahan sampah sejak dari RT/RW. Pemerintah juga wajib menyiapkan TPS dengan sistem pemilahan yang jelas sebelum diangkut ke RDF Rorotan,” tambahnya.
Pemprov DKI Gandeng ITB, Siapkan Uji Coba Terbuka
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto, memastikan pihaknya tengah menyiapkan uji coba ulang RDF Rorotan secara terbuka dan transparan.
“Jika kondisi mesin dan peralatan sudah siap, minggu depan kami akan undang masyarakat untuk menyaksikan langsung uji coba. Tidak boleh ada lagi isu-isu liar,” kata Asep di Balai Kota Jakarta.
DLH juga menggandeng Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk melakukan kajian teknis terkait pengendalian emisi dan bau. Beberapa langkah korektif yang sedang dilakukan di antaranya penambahan deodorizer, penguatan sistem pengendalian gas buang, dan penyempurnaan sistem pendingin.
Pramono Anung: Uji Coba Harus Transparan
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo menegaskan, RDF Rorotan baru akan diresmikan jika hasil uji coba menunjukkan kondisi aman dan tidak merugikan warga.
“Kami akan undang masyarakat untuk melihat langsung proses commissioning RDF Rorotan. Transparansi adalah kunci agar tidak ada lagi salah paham,” ujar Pramono.
Pramono mengaku telah menerima laporan dari DLH mengenai pembatalan peresmian RDF yang semula dijadwalkan pada 24 September 2025. “Kita pahami kondisi di lapangan. Prinsipnya, tidak boleh ada proyek lingkungan yang justru mencemari lingkungan,” tegasnya.
Warga Keluhkan Bau Menyengat
Berdasarkan pantauan tim media di lokasi, area sekitar RDF Rorotan memang sempat menimbulkan aroma tak sedap terutama pada saat uji coba pembakaran awal. Beberapa warga Kelurahan Rorotan dan Sukapura mengaku mengalami sesak napas ringan dan batuk, terutama anak-anak dan lansia.
Namun, sebagian warga juga berharap fasilitas ini bisa segera beroperasi asal bau dan asapnya benar-benar hilang. “Kami mendukung pengolahan sampah modern, tapi jangan sampai kesehatan kami jadi korban,” ujar Taufik, warga RT 05/RW 03 Rorotan.
RDF: Solusi Sampah atau Ancaman Baru?
Fasilitas RDF Rorotan merupakan bagian dari strategi Pemprov DKI Jakarta untuk mengurangi ketergantungan pada TPA Bantargebang. Dengan teknologi ini, sampah diubah menjadi bahan bakar alternatif (refuse-derived fuel) yang dapat dimanfaatkan oleh industri semen dan pembangkit listrik.
Namun, proyek ini juga memunculkan dilema baru: bagaimana memastikan teknologi ramah lingkungan benar-benar dijalankan sesuai standar Environmental, Social, and Governance (ESG)?
Bagi Tri Waluyo, jawabannya jelas — libatkan publik dan jaga transparansi.
“Kalau masyarakat merasa aman dan percaya, RDF Rorotan akan jadi simbol transformasi pengelolaan sampah Jakarta. Tapi kalau bau dan polusi terus muncul, proyek ini bisa jadi blunder lingkungan,” tutupnya. (AKH)