“Dugaan keterlibatan dalam kasus korupsi kuota tambahan haji serta indikasi penyusupan zionisme Israel melalui AKN PBNU, telah membuat NU dicibir dan dibully publik. Ini mencoreng nama besar jam’iyyah dan para kiai pesantren,” tegas Kiai Marzuki Mustamar.
PKBTalk24 | Jakarta ~ Desakan agar pucuk pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2022–2027 mundur semakin deras. Suaranya tidak main-main: datang langsung dari KH. Marzuki Mustamar, kiai kharismatik asal Malang, Jawa Timur, yang dikenal sebagai penjaga tradisi pesantren dan suara nurani warga NU.
Bagi Kiai Marzuki, dua skandal besar sudah cukup menjadi alarm keras: isu penyusupan zionisme dan dugaan korupsi kuota tambahan haji 2023–2024. Kedua peristiwa itu, menurutnya, bukan sekadar masalah hukum dan politik, tapi pukulan telak bagi marwah NU sebagai jam’iyyah ulama dan pesantren.
“Dugaan keterlibatan dalam kasus korupsi kuota tambahan haji serta indikasi penyusupan zionisme Israel melalui AKN PBNU, telah membuat NU dicibir dan dibully publik. Ini mencoreng nama besar jam’iyyah dan para kiai pesantren,” tegasnya.
Zionisme di Tubuh PBNU?
Isu pertama yang disorot Marzuki adalah indikasi masuknya pengaruh asing—bahkan zionisme—ke dalam tubuh PBNU. Ia merunut ke belakang, pada hubungan NU dengan tokoh-tokoh luar negeri seperti Charles Holland Taylor, LibforAll Foundation, Bayt ar-Rahmah, hingga deklarasi Humanitarian Islam.
Klimaksnya, menurut Marzuki, terlihat jelas dalam Akademi Kepemimpinan Nasional (AKN) PBNU 2025. Dari 85 persen narasumber yang dihadirkan, mayoritas berasal dari luar negeri, termasuk Peter Berkowitz, sosok yang dikenal sebagai pendukung zionis Israel.
Kehadiran Berkowitz memicu kecaman luas. Bahkan, Rais Aam PBNU sempat mengeluarkan surat penghentian kegiatan. Sayangnya, pernyataan Ketua Umum PBNU dianggap tidak tegas memperkuat keputusan itu.
Skandal Korupsi Haji: Luka yang Lebih Dalam
Selain isu ideologi, ada skandal finansial yang jauh lebih membumi: dugaan korupsi kuota tambahan haji 2023–2024. KPK telah meningkatkan status kasus ini ke penyidikan sejak 11 Agustus 2025.
Tiga nama besar dicegah ke luar negeri, Yaqut Cholil Qoumas, mantan Menag 2020–2024, Isfah Abidal Aziz, stafsus sekaligus Ketua PBNU, dan Hasan Fuad Masyhur, pengusaha travel haji.
Kasus ini menyangkut dugaan penyalahgunaan 20 ribu kuota tambahan haji, pengadaan barang-jasa, hingga indikasi tindak pidana pencucian uang.
“Marwah NU runtuh bukan karena jamaah, tapi ulah oknum petinggi PBNU. Skandal korupsi ini tidak bisa dianggap enteng,” tegas Marzuki.
Dua Opsi Jalan Keluar
Menurut Kiai Marzuki, ada dua langkah realistis yang bisa ditempuh untuk menyelamatkan NU:
-
Mundurnya Rais Aam dan Ketum PBNU, dengan menyerahkan kepemimpinan kepada AHWA (Ahlul Halli Wal Aqdi) dan para kiai pesantren.
-
Percepatan Muktamar ke-35 NU pada awal 2026, agar mandat kepemimpinan bisa segera dievaluasi secara konstitusional.
“Kesalahan fatal pengurus—dari etika rendah, dugaan pelanggaran hukum berat, hingga keterlibatan dalam agenda global—sudah cukup alasan untuk tidak memaksakan diri menjabat. Demi menjaga keluhuran NU, Rais Aam dan Ketum PBNU sepatutnya segera mundur,” pungkas Marzuki.
Kenapa Suara Ini Penting?
Marzuki Mustamar bukan orang sembarangan. Suaranya punya bobot moral karena lahir dari rahim pesantren. Kritiknya bukan untuk menjatuhkan NU, melainkan untuk menjaga kemuliaannya. NU tetaplah jam’iyyah yang suci; yang merusak adalah oknum.
Di tengah sorotan publik dan penyelidikan hukum yang berjalan, pertanyaan besar pun muncul, beranikah Rais Aam dan Ketum PBNU menjawab tuntutan ini dengan jiwa besar? (***)