“Sampai hari ini proporsional terbuka saya kira pilihan yang relatif sudah baguslah. Bahwa nanti akan ada skema baru dan seterusnya, kita hitung lagi pada periode berikutnya Pemilu 2029, tidak menutup kemungkinan,” jelas Huda saat ditemui di Kompleks Parlemen, Kamis (29/12/2022).
PKBTalk24, Jakarta ~ Rame-rame para petinggi partai politik menantang wacana pemilu dengan sistem proporsional tertutup. Belum lama ini, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari berbicara mengenai kemungkinan Pemilu 2024 diadakan secara proporsional tertutup. Hasyim mengatakan, sebelum Pemilu 2009, sistem pemilu kita menggunakan sistem proporsional tertutup.
Pernyataan Hasyim Asy’ari tersebut disampaikan, dalam rangka mengomentari gugatan uji materi yang dilayangkan satu kader PDIP, satu kader Nasdem, dan empat warga sipil lainnya ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas Pasal 168 UU Pemilu, yang mengatur pemilihan caleg menggunakan sistem proporsional terbuka
Menanggapi hal ini, para petinggi partai politik (Parpol) pun serentak menolak. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Syaiful Huda, misalnya, ia memberikan pendapat bahwa saat ini sikap PKB masih lebih mendukung sistem proporsional terbuka.
Meski begitu, dia tak menutup kemungkinan jika setelah Pemilu 2024 nanti sistem pemilu berubah jadi proporsional tertutup.
“Sampai hari ini proporsional terbuka saya kira pilihan yang relatif sudah baguslah. Bahwa nanti akan ada skema baru dan seterusnya, kita hitung lagi pada periode berikutnya Pemilu 2029, tidak menutup kemungkinan,” jelas Huda saat ditemui di Kompleks Parlemen, Kamis (29/12/2022).
Pendapat senada juga disampaikan oleh Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono. Menurutnya, sistem proporsional terbuka masih jadi yang terbaik untuk demokrasi Indonesia.
“Ini memberikan semua kesempatan yang sama agar dapat terpilih dan juga mewajibkan para anggota Legislatif bekerja dan dekat dengan rakyat. Jangan sampai kewajiban ini hilang hanya karena keinginan elite parpol yang ingin mengontrol pergerakan bangsa,” ujar dalam keterangan tertulis, Jumat (30/12/2022).
Sementara itu anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus juga mengingatkan Hasyim agar tak memberikan pernyataan sembarangan. Menurut Guspardi, sebaiknya KPU fokus menjalankan pelaksanaan Pemilu 2024 sesuai UU yang ada sekarang.
Di samping itu, dia berpendapat sistem pemilu proporsional terbuka lahir dari semangat reformasi sehingga harus dipertahankan. Jika menggunakan sistem proporsional tertutup, Guspardi menganggap hak rakyat sudah dirampas kembali.
“Hak demokrasi rakyat memilih wakil mereka untuk duduk di parlemen seakan dirampas dan juga lari dari semangat reformasi,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Jumat (30/12/2022).
Pernyataan Ketua Umum KPU
Lebih lanjut, Wakil Ketua Umum NasDem Ahmad juga berpendapat bahwa pernyataan Hasyim sudah melampaui kewenangannya sebagai penyelenggara pemilu. “Ketua KPU offside dan terjadi disorientasi dalam dirinya,” ungkap Ahmad Ali dalam keterangan tertulis, Jumat (30/12/2022).
Dia berpendapat, KPU hanya bertugas sebagai penyelenggara teknis pemilu. Urusan sistem pemilu, lanjutnya, diatur dalam UU yang ditentukan oleh DPR dan pemerintah.
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim menyatakan bahwa sebelum Pemilu 2009, sistem pemilu kita menggunakan sistem proporsional tertutup.
Saat itu, masyarakat tak memilih langsung calon legislatif (caleg) seperti saat ini, melainkan ditunjuk oleh partai politik. Sistem pemilu menjadi proporsional terbuka sebab putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan demikian. Akhirnya, Undang-undang (UU) terkait pemilu direvisi dan akhirnya ditetapkan sistem pemilu proporsional terbuka.
Oleh sebab itu, Hasyim memperkirakan ada kemungkinan MK akan kembali menetapkan pemilu sistem proporsional tertutup. Apalagi, saat ini sudah ada yang mengajukan uji materi ke MK soal aturan terkait sistem pemilu proporsional terbuka itu.
“Jadi kira-kira bisa diprediksi atau ndak putusan Mahkamah Konstitusi ke depan? Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup,” jelas Hasyim seperti yang ditayangkan kanal YouTube KPU RI, Kamis (30/12/2022).
Maka, dengan alasan itu, KPU akan melarang para bakal caleg untuk memang foto dirinya di baliho atau sejenisnya dengan tujuan melakukan sosialisasi.
“Dengan begitu menjadi tidak relevan misalkan saya mau nyalon pasang gambar-gambar di pinggir jalan, jadi enggak relevan. Karena apa? Namanya enggak muncul lagi di surat suara. Enggak coblos lagi nama-nama calon, yang dicoblos hanya tanda gambar parpol sebagai peserta pemilu [proporsional tertutup],” ujar Hasyim.
Alasan hindari Politik Uang
Adalah Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Said Abdullah yang sebelumnya mengatakan pihaknya ingin agar dalam ajang pemilihan legislatif (pileg) yang dicoblos hanya partainya saja, bukan langsung orangnya atau calegnya.
Dengan kata lain, sistem proporsional tertutup. “Kami ingin pemilu itu selalu ingin mencoblos gambar [partai], karena itulah sesuai dengan kultur kita, tapi kita dipaksa liberal betul melebihi Amerika,” ujar Said di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (21/11/2022).
Dia menjelaskan, akibat pileg yang langsung memilih caleg, banyak kader satu partai yang saling sikut di daerah pemilihannya (dapil) masing-masing. Tak hanya itu, Said berpendapat sistem pileg yang sekadar memilih partainya dapat meminimalisir politik uang selama pemilu, karena para caleg tak perlu berkampanye melainkan hanya partai.
Bukan hanya itu, partai dapat memilih kadernya yang memang potensial. Dia juga berpendapat, sistem tersebut dapat menghilangkan politik transaksional seperti yang banyak ditemukan sekarang dalam pileg. “Kalau nyoblos tanda gambar [partai], ya sudah, kampanye partai, enggak perlu duit. Wong kampanye partai kok. Tapi ketika ‘eh rakyat tolong pilih Said’, ya bagi sembakolah, bagi inilah, itu kan enggak bisa dihindari,” ungkapnya. (***)