“Tidak bisa tidak, harus ada pemberdayaan. Kalau fokusnya pemberdayaan, harus berkelanjutan. Mungkin satu sampai dua tahun nggak kelihatan, karena melihat ke prosesnya,” ungkap Khudori.
PKBTalk24, Jakarta ~ Persoalan pangan bukan hanya bagaimana meningkatkan protuktivitas, tetapi bagaimana kebijakan pangan tersebut juga memiliki korelasi dengan peningkatan kesejahteraan para petaninya.
Itulah benang merah yang disampaikan oleh para ahli ekonomi pangan dalam sebuah diskusi bedah buku “Mata Air Indonesia Maju-Gagasan Kepada Cak Imin” bertajuk “Krisis Pangan-Energi dan Masa Depan Indonesia” di Kota Bogor, beberapa waktu lalu.
Ahli ekonomi politik pangan Khudori, misalnya, ia menyampaikan sejumlah solusi guna mengatasi masalah pangan dan pertanian di Indonesia kepada Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskadar alias Cak Imin.
Menurut Khudori, persoalan pangan hari ini bukan terletak pada produktifitas pertanian, tapi pada darurat kebijakan kesejahteraan terhadap kaum petani.
“Yang bibutuhkan bukan semata-mata meningkatkan produktifitas, tapi kebijakan kesejahteraan. Bagaimana petani itu sejahtera,” ujar Khudori melalui keterangannya.
Anggota Kelompok Kerja Dewan Ketahanan Pangan ini ini menjelaskan, meskipun trend global menunjukkan penurunan produksi pertanian dan jumlah petani, tapi situasinya masih belum mengkhawatirkan.
“Kaitannya dengan petani Indonesia, mereka memiliki kontribusi besar terhadap ketahanan pangan nasional,” katanya.
Menurut Khudori, petani Indonesia sangat memprihatinkan dalam hal luas lahan yang dikelola, dibandingkan dengan petani di negara-negara lain.
“Petani kecil kita sumbangsihnya luar biasa. Itu outputnya kalau dihitung secara keseluruhan nasional sangat besar. Tapi tidak bisa menggantungkan mereka, petani kecil yang terbatas lahannya,” jelasnya.
Untuk itu, hal prinsipil yang dibutuhkan petani adalah kebijakan kesejahteraan dari pemerintah. Di mana pemerintah harus melakukan pemberdayaan secara maksimal terhadap petani.
“Tidak bisa tidak, harus ada pemberdayaan. Kalau fokusnya pemberdayaan, harus berkelanjutan. Mungkin satu sampai dua tahun nggak kelihatan, karena melihat ke prosesnya,” ungkapnya.
Melalui pemberdayaan ini, pemerintah harus bisa memastikan bagaimana petani bisa mandiri dan bagaimana petani bisa berdaya. Menurutnya butuh kebijakan yang panjang dan berkesinambungan.
“Saya kira kalau kebijakan pemberdayaan bisa dilakukan, sistem anggaran selama ini bisa maksimal untuk program yang berkelanjutan,” jelasnya.
Turut hadir dalam diskusi bedah buku tersebut antara lain, Kepala Pusat Studi Agraria IPB Dr Rina Mardiana, serta Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKB Daniel Djohan.
Perlunya Pengelolaan SDA dan Agraria yang berkeadilan
Sementara Ahli Ekologi dan Pertanian IPB Rina Mardiana meminta Cak Imin memprioritaskan pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan agraria yang berkeadilan.
“Kita bicara soal melimpahnya sumber daya alam ini harus dikelola secara berkeadilan dan inklusif,” kata Rina.
Ia menilai, masalah pengelolaan SDA serta agraria merupakan dua hal yang sangat mendasar dalam mewujudkan ketahanan pangan dan energi di masa depan.
“Pesan saya buat Cak Imin, kalau nanti maju sebagai calon presiden, maka buatlah ‘omnibus law’ khusus untuk sumber daya alam dan pembangunan agraria. Itu adalah yang paling mendasar,” jelasnya.
Menurut Rina, dengan melimpahkan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, tidak bisa dikelola secara asal-asal. Dalam konteks ini, masalah SDA dan agraria harus dikelola bersama dan mengedepankan prinsip kolaboratif. “Mengelola itu tidak sendiri-sendiri, melainkan bersama-sama, bareng-barengan dan kolaboratif,” ujarnya. (***)