“Kalau berbicara persaingan satu dengan yang lain kan dagangannya beda-beda, jadi sekarang itu adu konsep sih, kemudian adu gagasan. Kalau mal itu melakukan suatu perbaikan, melakukan inovasi, tentunya sangat menarik,”katanya.
PKBTalk24, Jakarta ~ Industri retail Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Hal itu mengacu pada sepinya mal-mal yang ada di Jakarta bahkan seperti sedang mati suri. Boleh jadi ini merupakan dampak langsung atau tidak langsung terhadap semakin derasnya pertumbuhan bisnis berbasis digitalisasi atau e-commerce.
Menanggapi semakin sepinya mal-mal di Jakarta tersebut, Ketua DPD Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DKI Jakarta Mualim Wijoyo angkat bicara. Menurutnya, agar tidak ditinggalkan oleh masyarakat, mal-mal di Jakarta membutuhkan inovas agar bisa bertahan di tengah ketatnya persaingan saat ini.
Dikutip dari laman Kompas.com, Kamis (27/7/2023), Mualim mengatakan, bahwa agar bisa tetap eksis di tengah persaingan yang ketat, mal-mal di Jakarta harus melakukan inovasi.
“Kalau berbicara persaingan satu dengan yang lain kan dagangannya beda-beda, jadi sekarang itu adu konsep sih, kemudian adu gagasan. Kalau mal itu melakukan suatu perbaikan, melakukan inovasi, tentunya sangat menarik,”katanya.
Mualim mengatakan, banyak mal yang telah mengubah konsep foodcourt dengan menyediakan gerai-gerai kekinian. “Banyak sekali mal yang mengubah konsepnya, yang tadinya foodcourt biasa saja, sekarang diubah menjadi kekinian, banyak produk artisan yang sedang tren,” kata dia.
Sementara itu, dari sisi fesyen, pengelola mal harus mulai melek dengan keberadaan produk-produk lokal yang kian bersaing dari sisi harga dan kualitas dengan aneka merek impor. Menyediakan produk lokal yang berkualitas bisa menjadi daya tarik agar pengunjung datang ke mal.
“Sekarang di mal juga barang-barang Indonesia juga bagus-bagus, dari UMKM yang sudah buka di beberapa mal, dengan packaging yang bagus, material dan desain yang bagus, harganya juga bersaing,” ujar Mualim.
Selain itu, mal harus diubah menjadi tempat yang nyaman untuk berkumpul. Inovasi ini harus dilakukan seiring bergesernya fungsi mal menjadi tempat pertemuan untuk bersosialisasi.
“Saya tekankan bahwa mal saat ini bukan hanya sebagai tempat berbelanja, tapi juga sarana wisata, juga destinasi sosial,” tutur Mualim.
Dia mencontohkan, keluarga dulu lebih sering berkumpul di rumah. Namun, kini banyak keluarga yang memilih mal sebagai lokasi pertemuan keluarga. (***)